Selasa 08 Dec 2015 15:51 WIB

MKD Dinilai tak Bisa Lagi Diharapkan Buka Skandal Freeport

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Nur Aini
Ketua DPR Setya Novanto usai mengikuti Sidang perkara dugaan pelanggaran kode etik Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) secara tertutup di Kompleks Parlemen, Senanyan, Jakarta, Senin (7/12). (Republika/Rakhmawaty La'lang)
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Ketua DPR Setya Novanto usai mengikuti Sidang perkara dugaan pelanggaran kode etik Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) secara tertutup di Kompleks Parlemen, Senanyan, Jakarta, Senin (7/12). (Republika/Rakhmawaty La'lang)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) yang memeriksa Ketua DPR Setya Novanto dinilai hanya sebagai dagelan politik untuk menghibur rakyat. Jika tidak ada terobosan baru, skandal renegosiasi kontrak Freeport dinilai hanya akan berakhir antiklimaks dan tidak membawa perubahan apapun.

Ketua Setara Institute Hendardi, awalnya memang ada pembelaan membabi buta sejumlah anggota MKD yang seolah-olah ingin memperjuangkan sidang terbuka. Namun tetap saja akhirnya mereka pasrah ketika majelis memutus mengikuti kemauan Novanto untuk sidang tertutup. "Ini adalah parodi menggelikan karena semestinya mereka bisa berbuat lebih termasuk walk out dari proses itu," ujarnya, Selasa (8/12).

Ia menilai tidak ada harapan lagi pada MKD, apalagi sekarang mereka sibuk mengurus mengejar Reza Chalid dan tidak fokus mengadili etika pejabat yang tidak terlalu penting menggali fakta-fakta detil.

Menurut Hendardi, penentu kasus sekarang ada pada Presiden Jokowi, Wakil Presiden Jusuf Kalla, dan mungkin juga Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan (LBP) yang terlanjur marah dan tersinggung, untuk melaporkan Novanto dan Reza ke Mabes Polri dan KPK. Menurutnya, sebagai pribadi mereka bisa menempuh jalur hukum. Sebagai Presiden dan Wapres, ia menilai mereka bertanggung jawab menjaga wibawa lembaga kepresidenan.

Secara moral, kata Hendardi, mereka juga bertanggung jawab mengakhiri kegaduhan politik sehingga tidak berdampak pada stabilitas politik dan kondusifitas ekonomi. "Jika mereka berdiam, publik justru meragukan Presiden, Wapres, dan LBP bahwa mereka juga menjadi bagian dari orkestra 'papa minta saham'," kata dia.

Menurutnya, publik terbiasa dikecoh dengan banyak dagelan, tapi pasar tidak bisa ditipu. Ia menilai perlahan tapi sistematis iklim usaha akan terganggu, karena pasar tidak lagi percaya pada para pengendali kekuasaan.

(Baca: 'Ada Ketidakadilan Dalam Proses Pengungkapan Skandal Freeport')

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement