Selasa 08 Dec 2015 19:23 WIB

Pengacara Setya Novanto: Rekaman Bos Freeport Harus Diperiksa Ahli

Rep: C93/ Red: Bayu Hermawan
Ketua DPR Setya Novanto usai mengikuti Sidang perkara dugaan pelanggaran kode etik Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) secara tertutup di Kompleks Parlemen, Senanyan, Jakarta, Senin (7/12).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Ketua DPR Setya Novanto usai mengikuti Sidang perkara dugaan pelanggaran kode etik Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) secara tertutup di Kompleks Parlemen, Senanyan, Jakarta, Senin (7/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengacara Ketua DPR RI, Setya Novanto (Setnov), Firman Wijaya mempertanyakan legalitas pemegang alat bukti berupa rekaman pencatutan nama presiden dan Wapres demi mendapatkan saham PT Freeport yang tak lain adalah Maroef Sjamsoeddin.

Menurut dia, rekaman tersebut tidak bisa dijadikan alat bukti, karena Maroef tidak memiliki kewenangan dalam melakukan penyadapan.

"Ya menyangkut validitas (rekaman) alat bukti itu juga penting. Menyangkut legalitas pemegang alat bukti. Dia (Maroef Sjamsoeddin) punya otoritas tidak melakukan hal itu," katanya, Selasa (8/12).

Maka dari itu, Firman meminta dihadirkan ahli terkait penyadapan, untuk mencari tahu keabsahan rekaman tersebut. Sebab, keabsahan tersebut bisa menentukan apakah rekaman atau sadapan tersebut bisa dijadikan sebagai alat bukti atau tidak.

"Sehingga, boleh saja expert itu dijadikan referensi untukk memastikan (Rekaman) ini bisa berlaku sebagai alat bukti atau tidak. Karena alat bukti itu bisa diyakini karena keabsahannya," ujar Firman.

Firman menambahkan, menurut Undang-Undang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) dinyatakan, seorang hakim hanya boleh mengadili berdasar alat bukti yang sah. Sementara penyadapan hanya boleh dilakukan oleh aparat penegak hukum.

"Aparat penegak hukum pasti sudah bisa menilai, memvalidasi bahwa suatu bukti (penyadapan) yang tidak berangkat dari otoritas penegak hukum, tentu penegak hukum sulit menerima ini sebagai alat bukti," jelasnya.

Sebelumnya, Ketua MKD DPR RI, Surahman Hidayat mengatakan akan meminta Polri untuk melakukan uji forensik guna memastikan keaslian rekaman itu.

Hasil uji forensik itu akan digunakan untuk mencocokkan keterangan yang telah diperoleh MKD baik itu dari saksi maupun orang yang diadukan. Surahman berharap, keputusan akhir bisa diambil sebelum DPR memasuki masa reses 18 Desember 2015.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement