REPUBLIKA.CO.ID, BANDARLAMPUNG -- Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Lampung memusnahkan rarusan keping kulit ular dan sirip hiu. Kulit ulat dan sirip hiu itu merupakan akumulasi sitaan sepanjang akhir 2014 hingga akhir 2015.
Pemusnahan tersebut juga disaksikan perwakilan dari kepolisian, Kementerian Kehutanan dan Kementerian Pertanian, di Balai Perlindungan Satwa BKSDA Lampung, Kamis (10/12). Jumlah kulit ular awetan yang dimusnahkan adalah sebanyak empat koli atau kardus besar. Sedangkan sirip hiu yang dimusnahkan adalah sebanyak dua koli dan apabila dijumlahkan keduanya sebanyak 519 keping.
Kepala BKSDA Lampung Subakir mengatakan, empat koli kulit ular jenis sanca kembang tersebut merupakan tangkapan bersama Balai Karantina Pertanian Lampung Selatan dan petugas Seaport Interdiction Pelabuhan Bakauheni.
Penangkapan yang dilakukan pada Oktober 2014 tersebut ditemukan di mobil Indah Cargo dengan nomor polisi BM 8085 QU. Sedangkan dua koli sirip hiu merupakan hasil tangkapan petugas kepolisian di Pelabuhan Bakauheni pada 28 januari 2015.
"Semua tangkapan tersebut diserahkan ke BKSDA untuk disita sesuai dengan undang-undang nomor 5 tahun 1990 tentang Kelestarian Keanekaragaman Hayati dan Ekosistem," kata dia.
Seluruh kulit ular sanca kembang dan sirip hiu yang disita merupakan barang paket kiriman dari Medan, Jambi dan Palembang melalui Pelabuhan Bakauheni. Sementara pengiriminya anonim atau tidak diketahui.
"Kalau yang kulit ular dari Karantina Pertanian di Pelabuhan Bakauheni, sesudah dicek dengan dokter bahwa kulit ular ada kandungan penyakitnya. Sehingga apabila tidak dimusnahkan akan berkembang dan bisa membahayakan manusia," kata dia.
Ia memprediksikan kulit ular dan sirip hiu yang dimusnahkan tersebut tadinya akan diolah menjadi berbagai barang dengan nilai ekonomi tinggi. Namun gagal karena ditangkap oleh petugas kepolisian.