Kamis 10 Dec 2015 18:53 WIB

Hidayat: Negara dan Agama tidak Dapat Dipisahkan

Rep: Amri Amrullah/ Red: Teguh Firmansyah
Hidayat Nur Wahid
Foto: ROL/Fian Firatmaja
Hidayat Nur Wahid

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Hubungan antara agama dan negara di Indonesia tidak dapat dipisahkan. Hal ini berbeda dengan beberapa negara lain yang menganut paham sekuler, memisahkan antara agama dan negara.

Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengatakan kehidupan bangsa Indonesia tidak dapat dipisahkan dari agama dan negara. “Relasi negara dan agama di Indonesia sangat kuat, nilai-nilai ketuhanan selalu hadir dalam UU kita. Dalam pancasila, dalam UUD 1945, juga dalam produk hukum lainnya kita dapat melihat peran agama yang signifikan,” kata Hidayat dalam acara Halaqoh Nasional di Kompleks Parlemen Senayan, Kamis (10/12).

Pancasila versi 1 Juni, 22 Juni, maupun 18 Agustus 1945, semuanya tetap menyebutkan sila tentang Ketuhanan. Pancasila 1 Juni, sila kelima berbunyi “Ketuhanan Yang Berkeadaban”. Pancasila 22 Juni, sila pertama berbunyi “Ketuhanan Dengan Kewajiban Melaksanakan Syariat Islam Bagi Pemeluk-Pemeluknya”.

Dan yang paling tegas disampaikan dalam Pancasila 18 Agustus, sila pertama berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa”.  “Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang tidak bisa dipisahkan antara Keindonesiaan dengan keagamaan kita,” ujarnya.

Ini mengingatkan masyarakat Indonesia bahwa setiap permasalahan bangsa ini harus tetap kembali pada nilai-nilai agama yang termanifestasikan dalam hukum positif. Walaupun keadaan bangsa Indonesia serba darurat, Hidayat mengajak seluruh elemen bangsa untuk tetap optimis.

Halaqoh Nasional kali ini bertema 'Kontribusi Hukum Islam dalam Pembangunan Hukum Nasional'. Kegiatan ini merupakan kerjasama Fraksi PPP MPR RI dan Komisi Hukum dan Perundang-Undangan  Majelis Ulama Indonesia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement