Jumat 11 Dec 2015 05:57 WIB

'Muhammadiyah Terlambat Membentuk Gerakan Kewirausahaan'

Rep: C35/ Red: Bayu Hermawan
Muhammadiyah
Muhammadiyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Muhammadiyah dinilai terlambat dalam membentuk gerakan kewirausahaan bernama Jaringan Saudagar Muhammadiyah (JSM).

Mengingat Muhammadiyah adalah Ormas yang sejak awal sudah mendeklarasikan gerakan pembaharuan untuk kesejahteraan ekonomi.

Pengamat politik Islam dari UIN Syarif Hidayatullah Ali Munhanif meyakini perhatian organisasi terhadap gerakan sosial ekonomi seharusnya lebih terorganisir dan lebih sistematis.

Sudah semestinya pula gerakan kewirausahaan seperti itu sudah diagendakan minimal pada awal tahun 1990-an. Sehingga langkah-langkah untuk menumbuhkan kelas enterpreneur yang berwibawa dan masif sudah dipikirkan sejak awal.

"Bagaimanapun juga ini sebuah langkah positif bagi Muhammadiyah, jika ini menjadi perhatian yang serius," katanya kepada Republika.co.id, Kamis (10/12).

Ali mengingatkan bahwa Muhammadiyah lahir tidak hanya sekadar gerakan pemikiran seperti gerakan-gerakan lain yang concern pada pemikiran, pembaharuan dan sebagainya.

Tapi Muhammadiyah memang sebagai gerakan amal usaha. Kendati demikian, jika dibandingkan dengan gerakan kalangan Tionghoa, Ali melihat gerakan tersebut belum sepenuhnya terjadi.

Padahal, setidaknya pada 50 tahun pertama lahirnya Muhammadiyah, pelopor usaha di Indonesia muncul dari Muhammadiyah.

Seperti pengusaha batik di Pekalongan, pengusaha tekstil di Solo, pengusahan industri baru di Surabaya, atau pengusaha diaspora di Minang.

Tapi sangat disayangkan karena pengusaha-pengusaha Muhammadiyah tersebut tidak terlembaga dengan baik, sehingga keinginan untuk menumbuhkan gerakan-gerakan yang lebih masif tidak terjadi.

Kemudian Ali menceritakan, gerakan pengusaha Tionghoa muncul pada awal orde baru. Menurutnya gerakan tersebut digalakkan untuk menyaingi berbagai pertumbuhan gerakan usahawan Muslim.

Sehingga mereka mengorganisirnya sebagai korporat organisasi, mereka membentuk semacam jaringan bisnis di kalangan Tionghoa yang menguatkan jaringan ekonomi pada masa tersebut.

Kemudian pada puncaknya, yaitu pada tahun 1980-an, gerakan ini menjadi semacam kelompok yang mendominasi program bisnis pada era tersebut. Yaitu baik memonopoli usaha sektor pangan maupun industri seperti Astra International.

"Ini menunjukkan kelas pengusaha dari kalangan Muslim pada awal kemerdekaan tersalip hanya karena kelompok organisasi amal usaha tidak melakukan kelembagaan semangat usaha dalam bentuk organisasi yang lebih masif," katanya menegaskan.

Ali menekankan bahwa semestinya kalangan pengusaha Muslim yang tumbuh dari Muhammadiyah dapat mempelopori. Misalnya masuk dalam sektor industri yang dibutuhkan pada era orde baru.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement