REPUBLIKA.CO.ID, JAYAPURA -- Ketua Sinode Gereja Kristen Injili (GKI) di Tanah Papua Pendeta Albert Yoku mengingatkan umat Kristen agar serangkaian kegiatan menjelang Natal berupa pawai sinterklas dilakukann tidak berlebihan. "Pawai sinterklas ini bertujuan untuk menyukakan hati anak-anak dengan hadiah-hadiah yang diberikan Tuhan Yesus Kristus kepada umat," katanya di Jayapura, Jumat (11/12).
Pendeta Albert menjelaskan namun semakin hari, ada pergeseran budaya dengan memunculkan sinterpiet yang menakut-nakuti anak-anak. "Jangan sampai makna Natal ini berubah menjadi menakutkan bagi anak-anak karena kemunculan sinterpiet hitam ini," ujarnya.
Dia menuturkan makna dan damai Natal harus disampaikan secara baik sehingga anak-anak dapat merasakannya dan membawa sukacita tersendiri. Dia mengatakan, bukan tidak boleh ada sinterpiet, tapi jangan terlalu berlebihan dengan sikapnya yang membentak-bentak dan marah-marah kepada anak-anak. Dia menambahkan jangan sampai anak-anak menjadi trauma bahkan takut akan kedatangan Natal karena keberadaan sinterpiet atau piet hitam ini.
Sekedar diketahui, khusus di Provinsi Papua dan Papua Barat setiap tahun menjelang perayaan Natal, masyarakat berlomba-lomba mengadakan pawai sinterklas yang membagi-bagikan kado bagi anak-anak. Awalnya, kebiasaan ini hanya muncul di wilayah Benua Eropa, namun semakin lama masyarakat di Papua juga mulai melaksanakannya sehingga menjadi rutinitas tiap tahun.
Bahkan selain adanya pawai sinterklas, sinterpiet atau piet hitam, bersama peri-peri cantik, masyarakat di Papua juga selalu membangun pondok Natal di tiap sudut kota dan pemukiman penduduk untuk memeriahkan suasana khusus pada Desember.