REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Kehormatan Dewan DPR RI belum bisa mendapatkan bukti autentik rekaman suara dari Kejaksaan Agung. Bukti tersebut tersimpan dalam ponsel milik Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin yang menjadi inisiator perekaman percakapan skandal 'Papa Minta Saham'.
Menurut Wakil Ketua MKD asal Fraksi Golkar Kahar Muzakir, sebenarnya tidak ada dasar bagi Maroef untuk menolak memberikan bukti autentik itu kepada selain Kejaksaan. Sebab, rekaman suara itu juga menjadi bukti penting dalam persidangan di MKD.
"Maroef yang jadi saksi pelapor atas laporan SS (Menteri ESDM Sudirman Said) berdasarkan rekaman yang diberikan, menolak memberikan itu kepada siapa pun kecuali Kejagung. Ada suratnya (dari Maroef). Nah, jadi apa lagi? Kalau itu (rekaman suara) yang dijadikan bukti persidangan, jangan ditolak dan diberikan ke MKD," tutur Kahar Muzakir kepada wartawan di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (11/12).
Dengan begitu, lanjut Kahar, tindakan Maroef bisa disimpulkan mempersulit kerja MKD. Sejauh ini, pemeriksaan baru dilakukan terhadap Sudirman Said sebagai pengadu, Maroef sebagai saksi, dan Ketua DPR RI Setya Novanto. Semua tahap sejauh ini belum menghadirkan bukti autentik.
Meskipun Maroef sudah menyatakan di hadapan sidang bahwa rekaman suara di ponselnya sesuai dengan yang diberikan Sudirman sebelumnya, Wakil Ketua MKD itu enggan memercayainya.
Kahar pun menyimpulkan, tindakan Maroef yang mempersulit MKD justru memperjelas posisinya sebagai pembela kepentingan korporasi Amerika Serikat, Freeport McMoran.
"Saya tanya, MS (Maroef Sjamsoeddin) itu bertindak dan bergerak atas nama Presiden Freeport? PTFI itu perusahaan mana? Asing. Jangan suka bantu asing, dong," katanya.
"Ya, asal muasalnya (skandal 'Papa Minta Saham') kan bukti rekaman. Dan rekamannya nggak mau dikasih ke kita. Kan ini mau mengadu domba namanya sesama anak bangsa oleh perusahaan asing," katanya menambahkan.