Sabtu 12 Dec 2015 13:25 WIB
Pilkada 2015

Jimly Ungkap Alasan Rendahnya Tingkat Partisipasa Pilkada Serentak

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Ilham
Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshiddiqie.
Foto: Tahta Aidilla/Republika
Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshiddiqie.

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP), Jimly Asshiddiqie mengatakan, pemilihan kepala daerag (pilkada) serentak yang digelar pada Rabu (9/12), sudah terlaksana dengan baik.

"Alhamdullillah dari 269 daerah sudah terlaksana dengan baik di 264 daerah. 5 daerah ditunda karena ada putusan pengadilan yang telat," katanya saat ditemui usai Pembukaan Muktamar ke-6 ICMI di Universitas Mataram, NTB, Sabtu (12/12).

Dari 264 daerah, ia menyatakan, kondisi penyelenggaraan mayoritas berjalan cukup baik, kecuali adanya laporan-laporan daerah tertentu seperti masih ada money politic. "Kita akan lihat nanti laporan-laporannya. Sudah ada yang masuk laporannya. Banyak, nanti akan kita sidang," katanya.

Ia juga menyoroti minimnya tingkat partisipasi masyarakat dalam menentukan pilihannya. Jimly menjelaskan, jumlah pemilih untuk pilkada ini mengalami penurunan secara menyeluruh. Ia menduga, pilkada kurang semarak sehingga membuat masyarakat kurang antusias.

"Pilkada sekarang ini kurang semarak, kalau sebelumnya terlalu semarak," kata dia.

Pada pilkada sebelumnya, semua calon dan partai membuat spanduk yang berujung semrawut. Saat ini, kampanye dibiayai oleh negara melalui APBN dan APBD, padahal anggarannya kurang sehingga biaya untuk spanduk pun ikut berkurang.

"Nanti kita evaluasi, akhirnya perlu juga yang agak hura-hura sebagai pesta demokrasi. Untuk pendidikan politik perlu walaupun jangan berlebihan," Jimly melanjutkan.

Faktor kedua minimnya tingkat partisipasi masyarakat tidak lepas dari banyaknya kasus yang membelit para kepala daerah. "Karena banyak masalah banyak yang masuk penjara, (akibat) korupsi mungkin juga soal saham-saham (Freeport) ini," katanya.

Mengenai laporan dana kampanye, ia menyatakan, dalam UU harus

dipertegas sanksi bagi pelanggar. Seharusnya, jika ada pelanggaran dana kampanye, maka calon kepala daerah dapat didiskualifikasi. "Tapi di UU belum setegas itu. Soal dana kampanye harus dibuat UU sendiri, suatu UU yang khsusus mengatur dana politik," kata dia.

Di masa yang akan datang, ia mengusulkan setiap perusahaan harus netral terhadap parpol. Jika ingin memberikan sumbangan, maka perusahaan harus memberinya kepada seluruh parpol. Hal ini ia maksudkan agar hubungan politik dan bisnis lebih profesional. "Saya kenalkan konsep Corporate Politic Responsibility (CPR) seperti CSR dalam perusahaan," katanya menambahkan.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement