REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Para pegiat binatang mengatakan kalkun yang diternak oleh perusahaan besar merupakan binatang yang paling menderita. Namun, kalangan industri membantah tuduhan tersebut.
Sekitar empat juta kalkun dipotong setiap tahunnya di Australia, dengan permintaan paling tinggi saat Natal.
Pegiat binatang asal Tasmania dan pemilik Rumah Perlindungan Hewan Brightside, Emma Haswell mengharapkan para konsumen memikirkan mengenai dari mana asal berbagai hidangan yang mereka nikmati selama Natal.
"Kondisi ternak kalkun ini memprihatikan. Mereka tidak memiliki ruang untuk bergerak. Karena itu kadang kalkun berkelahi satu sama lain sehingga kemudian jari mereka dipotong," katanya.
Federasi Kalkun Australia membantah tuduhan tersebut. Wakil Presiden Federasi tersebut John Watson dalam sebuah pernyataan mengatakan bila perlakuan seperti itu banyak terjadi maka industri tersebut tidak akan bisa bertahan.
Haswell sudah menyelamatkan 12 kalkun dii rumah perlindungannya di Lembah Huon.
"Mereka tidak pernah keluar, mereka selalu dalam kandang, dengan sekitar enam ekor per satu satu meter persegi." kata Haswell.
"Tingkat amoniak di dalam kandang itu tinggi sekali. Baunya sangat tidak enak." katanya menambahkan.
Haswell mengatakan rumah perlindungannya mengundang anak-anak sekolah untuk berkunjung sehingga mereka bisa mengetahui dari mana asal makanan yang mereka santap.
"Kita biasa melihat anjing atau kuncing karena kita melihat mereka setiap hari, dan mereka bagian dari keluarga. Namun, kita tidak pernah bertemu dengan binatang seperti kalkun. Padahal bintang seperti kalkun ini juga berinteraksi dengan manusia seperti kucing dan anjing bila mereka mendapat kesempatan," kata Haswell.
Sebagian besar kalkun yang dikonsumsi di Australia dihasilkan perusahaan besar Inghams dan Steggles. Dengan harga kalkun sekilo hanya sekitar Rp 50 ribu, industri kalkun mengatakan konsumen tidak mau membayar mahal untuk kalkun yang dibesarkan di alam bebas.
Namun, pemilik toko daging di Hobart Marcus Vermey mengatakan dia sudah melihat adanya perubahan konsumen. Dia mengatakan akan membeli lebih banyak lagi kalkun yang diternak di alam bebas tahun ini.
"Konsumen ingin tahu dari mana asal makanan mereka dan mereka tidak mau makanan itu mendapat suntikan berbagai bahan kimia." kata Vermey.
Baca juga: Peristiwa Unik Januari 2015: Mulai dari Tahanan Muslim Berjenggot Hingga Makam Ratu Firaun