REPUBLIKA.CO.ID, PALU -- Aktivitas pengambilan material pasir dan batu oleh perusahaan pertambangan galian C di beberapa pegunungan di Kota Palu, Sulawesi Tengah, dinilai turut mendongkrak terjadinya bencana alam di daerah tersebut.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Palu, Asri, mengemukakan di Palu, Senin (14/12), salah satu faktor yang mendogkrak terjadinya bencana alam banjir dan longsor di Kota Palu yakni adanya aktivitas pengambilan material berupa pasir dan batu oleh perusahaan tambang.
"Pengambilan material pasir dan batu oleh perusahaan tambang, turut mendongkrak terjadinya bencana alam, serta menjadikan kawasan di sekitar lokasi pengerukan rawan bencana," ungkap Asri, Senin.
Asri menyebutkan terdapat beberapa daerah atau kawasan pengambilan material pasir dan batu yang kini menjadi daerah rawan bencana.
Daerah tersebut adalah Kelurahan Watusampu, Buluri dan sebagian Kelurahan Tipo, Kecamatan Ulujadi, yang terletak di sebelah barat Kota Palu.
"Untuk wilayah barat Kota Palu, Kecamatan Ulujadi menjadi salah satu kecamatan yang rawan potensi bencana dikarenakan adanya aktivitas pengambilan material pasir dan batu," ujarnya.
Sementara untuk Palu bagian timur, masuk sebagai daerah rawan bencana adalah Kelurahan Poboya, dimana kelurahan tersebut dijadikan tempat pengambilan material berupaya emas di lokasi kontrak karya dan pertambangan rakyat.
Di bagian utara Kota Palu, daerah rawan bencana adalah Kelurahan Pantoloan Boya dan Kelurahan Pantoloan Induk, karena adanya aktivitas pengambilan material pasir (galian C) dibagian timur kelurahan tersebut.
Menurut dia, pelaku tambang atau pihak perusahaan pertambangan, harus memperhatikan dampak lingkungan yang timbul dari aktivitas pengambilan material.
Karena itu, katanya, perusahaan harus melakukan pemetaan dan perlindungan terhadap lingkungan untuk mencegah terjadinya bencana yang lahir dari aktivitas tersebut. "Hal ini butuh kebijakan pemerintah memaksa perusahaan tambang untuk memperhatikan lingkungan," sebutnya.