Selasa 15 Dec 2015 12:01 WIB

AS: Hukum Internasional Terancam di Laut Cina Selatan

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Ani Nursalikah
Amerika Serikat berulang kali meminta Cina menghentikan kegiatan membuat pulau-pulau buatan di wilayah Laut Cina Selatan yang dipersengketakan.
Foto: abc
Amerika Serikat berulang kali meminta Cina menghentikan kegiatan membuat pulau-pulau buatan di wilayah Laut Cina Selatan yang dipersengketakan.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Aturan hukum internasional di Laut Cina Selatan terancam kemungkinan kembalinya kekuatan militer dalam menyelesaikan persengketaan teritorial, Selasa (15/12). Komandan senior Angkatan Laut AS mendesak Cina tunduk pada arbitrase untuk menyelesaikan sengketa maritim.

"Keprihatinan saya adalah setelah beberapa dekade perdamaian dan kemakmuran, kita melihat kembalinya kekuatan di wilayah," kata Laksamana Armada Pasifik AS Scott Swift dalam sebuah pidato di Hawaii.

Cina mengklaim sebagian besar wilayah Laut Cina Selatan yang bernilai lima triliun dalam perdagangan per tahunnya. Klaim ini bersinggungan dengan klaim Vietnam, Malaysia, Brunei, Filipina, dan Taiwan.

Persengketaan semakin tegang ketika Cina membangun fasilitas militer di pulau buatan hasil reklamasi di wilayah sengketa. Ini membuat AS menantang kebebasan navigasi di Laut Cina Selatan. AS resmi telah melakukan patroli di sana pada Oktober.

Dalam perkembangan terbaru, tiga orang pejabat pertahanan mengatakan, Angkatan Laut AS seperti tidak akan melakukan patroli untuk tahun ini. Meski, para komandan berharap bisa menjalankan kebebasan navigasi lagi di wilayah pada Desember ini.

Pemerintah AS menilai, ada risiko peningkatan ketegangan dengan Cina jika AS terus melakukannya. AS yang saat ini lebih fokus pada ISIS belum menyetujui patroli-patroli selanjutnya. Kemungkinan pelayaran di wilayah maritim internasional dilakukan pada Januari.

Juru bicara Pentagon Bill Urban pada Senin menolak untuk mengomentari rencana operasi Angkatan Laut di masa depan. "Sebagai Sekretaris (Pertahanan Ash), Carter menyatakan, Amerika Serikat akan terbang, berlayar, atau beroperasi di manapun yang diizinkan hukum internasional," katanya.

Baca juga:

Perkosa Rekan di Barak, Tentara Australia Dipenjara 5 Tahun

5 Misteri di Balik Penyanderaan Lindt Cafe Sydney

Dua Komandan Militer Senior Arab Tewas Diserang Houthi

 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement