REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Arab Saudi mengumumkan, Selasa, pembentukan koalisi militer 34 negara termasuk negara-negara Teluk, Mesir dan Turki, untuk melawan terorisme di dunia Islam.
Aliansi dipimpin Arab Saudi ini tidak melibatkan Iran yang merupakan lawan Arab Saudi, maupun Suriah dan Irak.
Koalisi tersebut akan bermarkas di Riyadh "untuk mengkoordinasikan dan mendukung operasi militer melawan terorisme", dengan keikutsertaan dari negara-negara Timur Tengah, Afrika dan Asia, demikian dilaporkan kantor berita SPA.
Koalisi itu akan menangani "masalah terorisme di negara Islam dan menjadi mitra dalam peperangan melawan momok ini di seluruh dunia", kata Menteri Pertahanan Saudi dan Wakil Putra Mahkota Mohammed bin Salman dalam jumpa pers di Riyadh.
Sejumlah pengaturan akan dilakukan untuk "koordinasi dengan negara-negara yang cinta damai serta badan-badan internasional demi mendukung upaya internasional memerangi terorisme dan untuk menciptakan perdamaian dan keamanan dunia", kata SPA.
Ke-34 negara anggota itu juga merupakan anggota Organisasi Kerja Sama Islam yang berkantor di Jeddah.
Lebih dari 10 negara Islam lain telah menyatakan dukungan bagi koalisi tersebut, termasuk Indonesia, katanya.
"Negara-negara ini mempunyai prosedur yang harus dilalui sebelum bergabung dengan koalisi, namun terlepas dari keinginan kuat untuk segera menerima koalisi ini, (aliansi) 34 negara sudah diumumkan," kata menteri Arab Saudi itu.
Amerika Serikat menyerukan partisipasi internasional yang lebih luas dalam upaya memerangi kelompok bersenjata IS di Irak serta Suriah, dan mengatakan bahwa Turki perlu berbuat lebih banyak untuk mengendalikan perbatasannya dengan Suriah. Sementara fokus Arab Saudi dan negara-negara Teluk terpecah oleh konflik di Yaman.
Koalisi itu akan memerangi "setiap organisasi teroris yang muncul," kata Mohammed saat ditanya apakah aliansi itu hanya akan berkonsentrasi pada pertempuran melawan IS saja.
Pengumuman tersebut merupakan kasus terbaru yang menunjukkan kebijakan luar negeri Arab Saudi yang lebih tegas, sejak Raja Salman naik tahta pada Januari dan menunjuk anaknya, Mohammed, sebagai menteri pertahanan.
Pada Maret, kerajaan tersebut membentuk koalisi Arab yang terdiri atas puluhan negara, untuk mendukung pemerintah Yaman melawan pemberontak Huthi yang didukung Iran dan para sekutunya, yang telah merebut sebagian besar wilayah negara itu.
Meski demikian, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab memainkan peran dominan dalam koalisi tersebut.