REPUBLIKA.CO.ID,BOYOLALI -- Warga Mudal, Kabupaten Boyolali, Jateng, tak puas dengan ganti-rugi tanah yang terkena proyek tol Solo-Semarang. Mereka mendesak P2T (Panitia Pembebasan Tanah) untuk merevisi ulang uang ganti-rugi, karena dinilai sangat kecil.
Panitia Pembebasan Tanah dianggap tidak menghargai pemberian uang ganti-rugi tanah. Nilainya, terlalu kecil. Padahal, di sini wilayah perkotaan. Uang ganti rugi untuk membeli tanah lagi dengan luas sama, jelas tidak mungkin,'' ujar Saebani, warga Mudal, Selasa (15/12).
Warga minta uang ganti-rugi tanah Rp 750 Ribu per M2. Sedang pihak P2T hanya menafsir ganti-rugi tanah Rp 350 Ribu per M2. Harga ini dinilai sangat kecil jika dibandingkan dengan wilayah pedesaan. Padahal, daerah Mudah merupakan kawasan perkotaan.
Warga prihatin dengan tawaran P2T tersebut. Karena jika uang ganti-rugi itu kalau diterima, tidak bisa untuk membeli tanah pengganti. ''Pemerintah memang apa mau menjadikan kami tunawisma. Harga sangat rendah, jauh dengan harga pasaran di sini,''tambah warga.
Warga minta harga ganti-rugi direvisi lagi, agar wajar. Syukur, sesuai dengan harga pasaran. Apalagi, proses pendataan ternyata masih banyak yang kurang valid. Salah satunya, tidak memasukkan bidang usaha dan sebagainya. Selain itu, pihak Apprisal sama sekali tidak mengunakan nilai jual obyek pajak (NJOP) sebagai acuan penentu ganti-rugi.
Miko Prasetyo, salah satu anggota Tim Appraisal, mengakui, selama ini tidak menggunakan NJOP sebagai acuan. Masalahnya, NJOP hanya sebagai referensi. Dan, baru muncul saat sosialisasi. Namun, pihaknya akan melakukan kajian ulang. Menurutnya, munculnya perbedaan harga dikarenakan ada perbedaan tafsir harga dari tim appraisal yang berbeda.
Sementara, warga yang tanah terkena proyek jalan tol Solo-Semarang di wilayah Desa Karanggeneng, Boyolali Kota, walk out dari sosialisasi ganti rugi tanah. Mereka kesal dengan uang ganti-rugi tanah yang tidak sesuai dengan harapan. Warga juga akan mengancam mempidanakan P2T yang dinilai tidak profesional.
''Panitia jelas tidak professional. Nanti, akan kita gugat mereka, baik pidana maupun perdata,'' ujar Suryono, warga Kebonbimo. Tanah miliknya berlokasi di Karanggeneng juga terkena proyek tol.
Kepala BPN Kabupaten Boyolali, Wartomo, tetap berupaya semaksimal-mungkin untuk menemukan harga kesepakatan dalam musyawarah. Terkait soal harga, hal ini sudah ada mekanismenya. Menurutnya, dengan acuan dari tim appraisal yang memiliki kewenangan menentukan harga. ''Kita akan lakukan musyawarah lagi, acuan kita sudah jelas''.
Perwakilan tim appraisal Kantor Jasa Penilai Publik Asmawi, Jakarta, Wahyudi, tidak bisa berkomentar banyak. Masalahnya, dirinya hanya mewakili. Dan, tidak bisa mengambil keputusan. ''Biar nanti dijelaskan pihak dari kantor saja,'' katanya.