REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Universitas Padjajaran (Unpad), Muradi mengatakan ada dua opsi yang dapat dipilih untuk menuntaskan kasus pencatutan nama pimpinan negara dalam perpanjangan kontrak PT Freeport pascasidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
Ia mengatakan, opsi pertama adalah membentuk panitia khusus (Pansus) dan kedua, melemparkan kasus itu ke pihak kepolisian dan kejaksaan. "Tapi saran saya akan lebih baik jika kasus ini dipansuskan supaya 'jaringnya' lebih besar," ujarnya kepada Republika.co.id
Muradi mengibaratkan jika kasus tersebut diselesaikan lewat MKD hanya seperti mencari ikan dengan pancingan. Hasil yang didapatkan akan sedikit. Lain halnya jika kasus tersebut dilempar ke penegakan hukum lewat Pansus maka pihak-pihak yang terlibat akan terjaring banyak.
Saat ini, kata Muradi, banya orang mendesak Novanto agar mundur dari jabatannya. Tapi yang menjadi permasalahan adalah pemerintah akan susah mendapatkan orang-orang di pusara tersebut.
"Dengan Pansus, semua akan terjaring. Akan lebih baik diserahkan ke Pansus karena mereka punya kewenangan untuk memaksa," katanya.
Tidak seperti MKD yang hanya mengikat ke dalam, Pansus mempunyai kemampuan mengikat ke dalam dan ke luar. Pansus bisa mengundang siapapun untuk hadir. Setiap warga negara yang diundang pun harus wajib datang.
Opsi kedua yakni dengan penegakan hukum oleh kepolisian dan kejaksaan. Dibanding opsi kedua, Muradi menilai akan lebih baik jika kasus dilimpahkan ke Pansus terlebih dahulu supaya lebih terang benderang.
Sebab jika sudah masuk ke ranah hukum maka publik sulit mengetahui apa saja isi kasus tersebut, sedangkan jika ditangani Pansus masyarakat berhak mengetahuinya.