REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Terjerat kasus hukum tindak pidana perpajakan, seorang pengusaha pembuatan sepatu di Bekasi, RY (52 tahun) dijebloskan Kejaksaan Negeri Bekasi ke Lembaga Pemasyarakatan Bulak Kapal, Bekasi Timur, Rabu (16/12). RY diduga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 1,6 Miliar karena tidak memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan (SPT PPh) ke instansi terkait.
"Tersangka tidak membayar PPN dan tidak menyampaikan SPT PPh ke negara pada tahun 2006 lalu, sehingga diduga menimbulkan kerugian sebesar Rp 1,6 miliar," kata Edison, Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jendral Pajak Wilayah Jawa Barat III di Kejaksaan Negeri Bekasi, Rabu (16/12).
Menurut Edison, perbuatan tersangka telah melanggar UU No. 16 tahun 1983 sebagaimana diganti dengan UU No. 16 tahun 2000, tentang ketentuan umum perpajakan. Dalam peraturan itu disebutkan, perusahaan yang memiliki omzet di atas Rp 600 juta per tahun, diwajibkan membuat SPT PPh dan memungut PPN.
"Tersangka ini pengusaha yag seharusnya wajib mengukuhkan dirinya sebagai pengusaha kena pajak. Tapi ia tidak melakukan kewajibannya itu,"katanya.
Edison menjelaskan, dalam perkara pajak apabila ditemukan indikasi pelanggaran pajak, terlebih dahulu petugas akan melakukan himbauan untuk membayar pajaknya. Padahal saat penyelidikan dimulai sejak 2009, tersangka masih diberikan kesempatan untuk membayar sebelum kasus dilimpahkan ke pengadilan.
"Penyidik telah melayangkan surat imbauan yang berisi kewajiban memungut PPN dan membuat SPT PPh terhadap 25 karyawannya. Tapi dengan berbagai alasan dia tidak bayar," ungkap Edison.
Penyidik kemudian menggelar Pengungkapan Ketidakbenaran terhadap tersangka, sebagaimana Pasal 8 ayat 3 UU KUP. Namun, RY kembali tidak mengacuhkan peraturan yang mewajibkannya melakukan pelunasan kekurangan pembayaran pajak disertai denda 150 persen.
Karena tersangka masih belum membayar kewajibannya, penyidik kemudian menjerat tersangka dengan Pasal 44 B KUP. Dalam pasal tersebut, tersangka diwajibkan membayar denda sebanyak 400 persen (4 kali lipat) kepada negara. Hingga beberapa bulan dikenakan pasal itu, RY tetap tidak melaksanakan kewajibannya.
"Akhirnya penyidik menyerahkan dia ke Kejari Bekasi untuk diproses hukum," katanya.
Penyidik Direktorat Jendral Pajak Jawa Barat III, Nengah Karta menambahkan, kasus ini terungkap saat petugas memperoleh informasi dari rekan bisnis RY bahwa perusahaan tersebut tidak melaksanakan kewajibannya.
Berbekal laporan itu, kemudian penyidik mendatangi perusahaan RY di daerah Harapan Indah, Kecamatan Medan Satria, Kota Bekasi pada 2009 lalu. Dari pemeriksaan itu, terungkap bahwa RY tidak memungut PPN dan membuat SPT PPh tahun 2006 lalu.
Sementara untuk tahun 2007 hingga 2015, penyidik belum mengetahui apakah pihak yang bersangkutan mulai melaksanakan kewajibannya atau tidak.