REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Guna mencegah alih fungsi lahan, Pemerintah Kabupaten Sleman mencanangkan 15 ribu hektare tanah pertanian berkelanjutan. Di mana lahan tersebut harus tetap berfungsi sebagai ruang pertanian, dan tidak boleh diubah menjadi bangunan atau jalan.
Penjabat Bupati Sleman, Gatot Saptadi mengemukakan program tersebut digalakan untuk menjaga ketersediaan lahan pertanian di daerah bagian utara Yogyakarta itu. "Ini supaya lahan pertanian tidak berubah jadi hotel, apartemen, dan perumahan," katanya, Rabu (16/12).
Karena menurutnya, agrikultur merupakan sektor unggulan Sleman yang selama ini menghidupi masyarakat. Selama ini Sleman pun dikenal sebagai daerah penyangga pangan. Baik di DIY maupun di Indonesia. Adapun luas lahan pertanian di Sleman saat ini yaitu 22.234 hektare.
Gatot mengemukakan, target keterjagaan lahan pertanian tersebut didukung oleh beberapa program Dinas Pertanian Perikanan dan Kelautan (DPPK) Sleman. Di antaranya lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B), agriculture len banking, dan mix farming.
"Dengan program-program tersebut kita berharap masyarakat tidak menjual lahan pertaniannya," tuturnya.
Misalnya, mix farming dalam bentuk minapadi dan udang galah padi (Ugadi) memberikan banyak keuntungan bagi masyarakat. Baik dari sisi produksi pertanian yang meningkat dan pendapatan. Dengan keberadaan program tersebut, diharapkan petani terdorong untuk mempertahankan lahannya sebagai area produksi.
Sementara itu, Sri Sultan Hamengku Buwono X menyampaikan hal serupa. Ia mengatakan, luas wilayah DIY mencapai 3.200 Km persegi. Sedangkan jumlah penduduknya sebanyak 3,6 juta. Jika pemerintah tidak mengatur sirkulasi lahan dengan benar, maka kondisi tersebut dapat menimbulkan potensi konflik sosial dan ekonomi.
"Selama lima tahun ini saja ada 200 hektar lahan yang berubah menjadi bangunan dan jalan," katanya. Maka itu program untuk mencegah alih fungsi lahan dinilai sangat diperlukan.