REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Sebanyak sembilan anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) menilai Ketua DPR RI Setya Novanto sebagai teradu melakukan pelanggaran kode etik, sedang enam anggota lainnya menilai lakukan pelanggaran kode etik berat.
Sebanyak 15 anggota MKD tersebut sudah menyampaikan pandangan hukum dan etika masing-masing pada rapat pleno MKD di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Rabu petang.
Namun, sampai Ketua MKD, Surrahman Hidayat dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) mengetukkan palu untuk menskors sementara rapat pleno pada pukul 17.54 WIB, masih ada dua anggota lagi yang belum menyampaikan pandangannya.
Kedua anggota tersebut adalah, Wakil Ketua MKD Kahar Muzakkir dari Fraksi Partai Golkar (FPG) serta Ketua MKD Surrahman Hidayat (FPKS).
"Karena sudah mendekati pukul 18.00 WIB, maka rapat kita skors sementara hingga pukul 19.30 WIB, untuk istirahat Shalat Maghrib dan makan malam," kata Surrahman yang kemudian mengetukkan palu tanda rapat diskors.
Sebelumnya, sebanyak 15 anggota MKD sudah menyampaikan pandangan hukum dan etikanya terhadap Ketua DPR RI Setya Novanto.
Dari sebanyak 15 anggota tersebut, sembilan anggota menilai Novanto melakukan pelanggaran dengan saknsi diberhentikan dari jabatan Ketua DPR RI.
Mereka adalah, Darizal Basir dari Fraksi Partai Demokrat (FPD), Guntur Sasono (FPD), Riska Mariska (FPDIP), Viktor Laiskodat (FNasdem), Sukiman (FPAN), Maman Imanulhaq (FPKB), Achmad Bakrie (FPAN), Syarifuddin Suding (FHanura), dan Junimart Girsang (FPDIP).
Kemudian, sebanyak enam anggota menilai Novanto melakukan pelanggaran berat dan meminta Novanto diberihentikan dari keanggotaan di DPR RI.
Mereka adalah, Dimyati Natakusumah (FPPP), Muhammad Prakosa (FPDIP), Sufmi Dasco Ahmad (FGerindra), dan Supratman Andi Agtas (FGerindra), Adies Kadir (FGolkar), dan Ridwan Bae (FGolkar).
Berdasarkan Tata Tertib DPR RI, anggota DPR RI yang melakukan pelanggaran berat tidak langsung dijatuhi sanksi pemberhentian, tapi MKD dapat membentukl tim panel sebanyak tujuh orang.
Tim panel tersebut, kemudian bersidang lagi dan memutuskan, anggota DPR RI yang dinilai melakukan pelanggaran etika berat, terbukti bersalah atau malah dibebaskan.