REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aksi ugal-ugalan sopir Metro Mini kembali menelan korban jiwa. Teranyar, Metro Mini B92 jurusan Ciledug-Grogol yang melaju dengan kecepatan tinggi menabrak dua pejalan kaki, ibu dan anak di Jalan Raya Meruya Ilir, Kembangan, Jakarta Barat, Rabu (16/12). Si anak tewas, dan ibunya mengalami luka serius.
Republika.co.id mencoba menelusuri penyebab bobroknya angkutan umum berwarna merah tersebut. Demi mendapatkan keterangan valid, Republika.co.id menemui Ketua Organda, Shafruhan Sinungan, Rabu kemarin.
Lewat wawancara singkat, Shafruhan menjelaskan akar permasalahan Metro Mini di Jakarta. Setidaknya menurut Shafruhan, ada tiga penyebab utama mengapa Metro Mini yang beroperasi di Jakarta amburadul.
"Pertama, ini penyebabnya karena wadahnya Metro Mini tidak berfungsi. Sebab adanya konflik beberapa kelompok di pihak Metro Mini yang saling menggugat," kata Shafruhan membuka pembicaraan.
(Baca Juga: Metro Mini Tabrak Pejalan Kaki Hingga Tewas)
Ia menjelaskan, ada dua kelompok paling kuat yang saling merasa sebagai pengurus Metro Mini. "Jadinya dampaknya kepada anggota, misalnya pembinaan anggota tidak terarah. Ini bahkan sudah dituntut hingga ke pengadilan," ujar dia menjelaskan.
Metro Mini, kata dia, berbentuk perseroan terbatas tapi sistemnya seperti koperasi, jadinya kepemilikannya perorangan. "Ini kan jadi kacau semua, mestinya kalau perseroan terbatas (PT) kan semua aset atas nama PT. Kemudian pengelolanya pun perorangan."
(Baca Juga: Pengelola Metro Mini Desak Pemprov Segera Ambil Alih)
Kedua, kondisi fisik kendaraan juga biasanya sudah di atas 20 tahun. "Ada yang dari 1979 atau 1980-an. Meski ada yang sudah ada ganti baju dari Metro Mini-nya kan belum tentu ada standar jaminan kelayakannya."
Ketiga, perekrutan sopir tidak ada satu standar yang jelas. "Hampir semua pemilik Metro Mini tidak perduli dengan operasional mobilnya. Jadi satu Metro Mini bisa dikendarai satu hingga empat sopir secara bergantian, alias sopir tembak," kata dia mengungkapkan.