REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Politik Islam dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Bahtiar Effendy menilai tugas Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie adalah mengembalikan momentum sejarah emas. Bahtiar menilai, ICMI perlu berkarya seperti pada awal pendiriannya yakni dekade 1990-an.
"Jimly dengan kompetensinya punya tanggung jawab utama menemukan kembali momentum sejarah dan psikologis ICMI," kata Bahtiar kepada Republika.co.id, Kamis (17/12).
Menurutnya, hal itu perlu menjadi semangat pengurus baru, periode 2015-2020, agar ICMI dapat berkiprah lagi. Ia menilai, sekitar 17 tahun terakhir momentum ICMI praktis menghilang.
Ia berharap, Jimly bisa meraih momentum tersebut paling tidak dalam setahun pertama kepemimpinannya. Bahtiar menilai, Jimly adalah sosok yang memiliki kapasitas tepat untuk memimpin ICMI. Hal itu bisa dilihat dari capaian ketika memimpin sejumlah lembaga dan organisasi.
Akan tetapi, modal paling penting menurut Bahtiar, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu sejak awal ikut dalam pendirian ICMI. "Jimly mengerti dan menghayati misi utama ICMI," ujarnya.
Menurutnya, ikatan historis Jimly dengan ICMI dianggap sebagai nilai lebih untuk membangun organisasi cendekiawan itu ke depan. Bahtiar menilai, ICMI perlu kembali ke momentum emas pada awal 1990-an hingga akhir Orde Baru.
"ICMI (kala itu, Red) tidak hanya bisa memainkan peran intelektualnya sebagai tangung jawab kalangan cerdik pandai Indonesia tapi ICMI juga punya sumber daya psikologis luar biasa khususnya dalam kaitan pembangunan umat Islam dan pemerintahan," ujarnya.
Pascaera Orde Baru, Bahtiar mengamati, sebagian besar aktivis dan pengurus ICMI lantas sibuk dengan politik era reformasi. Ia mengakui, masih ada elit nasional yang menjadi bagian dari ICMI. Namun mereka dinilai kurang berperan dalam mendongkrak ICMI ke permukaan.