REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Indonesian Institute for Development and Democracy (Inded), Arif Susanto berpendapat seluruh proses persidangan di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) berakhir anti klimaks.
"Jadi MKD sebenarnya tidak mengambil keputusan apapun sampai tadi malam bahkan sampai saat ini karena pengunduran diri Setya Novanto adalah sebuah pengunduaran diri yang bersifat sepihak," kata Arif di Jakarta, Kamis (17/12).
Baca juga: Setara Institute Ragukan Lima Pimpinan Baru KPK
Menurut Arif, ada hal yang perlu dikhawatirkan terkait proses di MKD tersebut. Arif menuturkan, saat Menteri ESDM Sudirman Said mengadukan Setya Novanto di DPR untuk diproses di MKD, namun belakangan ada satu pernyataan bahwa nama Menkopolhukam Luhut Pandjaitan disebut sebanyak 66 kali dalam rekaman pembicaraan.
"Luhut menyebut bahwa tindakan Sudirman Said tanpa sepengetahuan presiden. Saya pikir ini menunjukkan di dalam pemerintahan sendiri tidak ada soliditas karena menteri-menteri 'saling gunting' terutama beberapa menteri yang menempati posisi penting," kata Arif. Ia meragukan loyalitas mereka terhadap Presiden Joko Widodo walaupun menteri itu dipilih oleh presiden.
Sebelumnya, Setya Novanto menuliskan surat pengunduran dirinya sebagai Ketua DPR kepada Pimpinan DPR. Dalam surat itu disebutkan bahwa sehubungan dengan penanganan dugaan pelanggaran etika yang ditangani di DPR RI, untuk menjaga martabat dan untuk menciptakan ketenangan masyarakat, dengan ini mengundurkan diri dari Ketua DPR RI. Surat yang ditandatanganinya di atas meterai tersebut ditembuskan kepada pimpinan MKD dan tertanggal 16 Desember 2015.