REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapolri Jenderal Badroddin Haiti angkat bicara soal kebijakan ojek dan taksi berbasis daring atau online. Menurut Kapolri, sejak tiga bulan lalu sudah ada permintaan dari Kementerian Perhubungan agar Polri melakukan penertiban terhadap Gojek dan Uber.
Menurut Kapolri, permintaan itu disampaikan ke Korlantas Polri. Menteri Perhubungan, Ignasius Jonan sempat mengeluarkan kebijakan larangan beroperasi bagi transportasi berbasis daring seperti Gojek dan Taxi Uber. Namun, tak lama setelah kebijakan dikeluarkan, Jonan memperbolehkan transportasi setelah Presiden Joko Widodo menegurnya.
"Memang yang bisa dilakukan penindakan itu uber. Gojek tentu kita perhitungkan dampak sosialnya," ujar Badrodin, di Mabes Polri, Jumat (18/12).
Polri menilai Gojek sudah menjadi kebutuhan masyarakat dengan harganya yang murah dan pelayanan yang nyaman. Karena itu, Polri sudah berkoordinasi dengan manajemen Gojek. Hasil koordinasi itu disepakati tidak akan ditindak walaupun melanggar aturan yaitu roda dua tak diperuntukkan mengangkut orang dengan menarik pungutan.
Sosialisasi motor tidak diperuntukkan mengangkut orang dengan menarik biaya merupakan solusi yang ditawarkan Polri. Selain itu, Polri juga akan mensosialisasi jika menggunakan ojek tidak memiliki asuransi.
Menurut mantan kapolda Jawa Timur itu, tidak adanya asuransi bagi pengguna Gojek menjadi perhatian Polri. Karena asuransi merupakan jaminan apabila terjadi kecelakaan. "Kalau resmi mungkin ada asuransinya," kata Badrodin.
Meskipun Menhub telah mencabut larangan, Badrodin menegaskan, Polri tetap akan mensosialisasikan jaminan kecelakaan bagi pengguna Gojek yang belum ada.