Jumat 18 Dec 2015 17:02 WIB

‎Soal Larangan Ojek Online, YLKI: Ini Tragedi Regulasi

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: M Akbar
Pengurus YLKI, Tulus Abadi
Foto: Republika/Agung Supri
Pengurus YLKI, Tulus Abadi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pencabutan larangan operasional ojek dan taksi online dipandang sebagai tragedi regulasi. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai tindakan tersebut sangat kental dengan dimensi politis karena adanya tekanan dari Presiden.

"Ironisnya Presiden hanya melihat dari aspek populisme saja tanpa melihat aturan dan regulasi yang sangat kuat terkait larangan ojek," kata Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, dalam keterangan tertulisnya kepada Republika.co.id di Jakarta, Jumat (18/12).

Tulus mengatakan menjamurnya ojek adalah akibat dari kegagalan pemerintah dalam menyediakan angkutan umum yang manusiawi. Keberadaan ojek yang akhirnya tumbuh subur, kata dia, menjadi buntut dari pembiaran sistematis dan bahkan patut diduga ada yang 'memelihara'.  (Baca >> Jokowi: Jangan Karena Aturan, Rakyat Menderita)

''Kondisi ini dari sisi managemen transportasi publik tidak boleh dibiarkan,'' ujarnya.

Tulus mengatakan larangan ojek dan taksi yang berbasis aplikasi adalah kebijakan yang sesuai jalur. Bagaimanapun secara normatif, kata dia, sepeda motor tidak bisa dikualifikasi sebagai angkutan umum.

Dari sisi keamanan, sambung Tulus kembali, aspek keselamatan pengguna sepeda motor memang sangat rendah, baik untuk angkutan pribadi, dan apalagi angkutan umum orang. Terbukti, dari total korban lakalantas yang meninggal dunia, lebih dari 70 persen melibatkan pengguna sepeda motor, termasuk korban dari ojek aplikasi.

''Tapi larangan Kemenhub juga tidak punya basis sosiologis yang jelas. Larangan itu dikeluarkan tanpa analisa dampak sosial sedikit pun. Faktanya keberadaan ojek sudah berurat berakar di tengah terpuruknya angkutan umum. Kemenhub hanya menggunakan ilmu kaca mata kuda,'' kata dia.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement