REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Provinsi Bali tengah menginvestigasi pelanggaran prosedur diduga dilakukan oknum petugas Lapas Kerobokan yang mengakibatkan lolosnya senjata tajam, termasuk adanya indikasi tekanan yang dialami petugas setempat.
"Kami akan dalami lebih lanjut berarti ada standar operasional prosedur yang tidak dilalui," kata Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Provinsi Bali Sulistiono ditemui usai melakukan penyisiran bersama aparat kepolisian di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II-A Denpasar di Kerobokan, Kabupaten Badung, Sabtu (19/12).
Pihaknya akan tetap melakukan investigasi secara formal meskipun peristiwa serupa bukan yang pertama kali terjadi di lapas terbesar di Bali itu, termasuk memeriksa pimpinan lapas setempat terkait dengan prosedur keamanan yang menyebabkan lolosnya senjata api, senjata tajam, hingga narkoba dan telepon seluler ke dalam lapas.
"Kami akan investigasi juga menanyakan juga ke Kalapas, kenapa SOP (standar prosedur operasional) tidak jalan. Mestinya ada 'pressure' (tekanan), kalau ada 'pressure' itu apa? Kami akan dengarkan secara langsung," ucapnya.
Kanwil Hukum dan HAM Bali, kata dia, juga berencana menambah perkuatan dari aparat kepolisian di luar lapas untuk melakukan penjagaan apabila dari hasil investigasi ditemukan adanya unsur tekanan dari pihak tertentu.
"Justru kalau nanti betul itu (adanya tekanan) yang kami temukan dari investigasi, ini tidak lain kami minta bantuan aparat keamanan," ucapnya.
Usai bentrokan antarnarapidana di dalam lapas yang menewaskan dua orang itu, polisi dan aparat gabungan lainnya menemukan ratusan senjata tajam, lima pucuk senjata api dan 90 peluru, 200 gram sabu-sabu, tanaman ganja, dan telepon seluler.
Bukti yang sangat kontras dengan kenyataan di lapangan itu membuat masyarakat bertanya dan menantikan penyelidikan dari pihak kepolisian, baik untuk mengusut peristiwa bentrokan yang berujung pembunuhan hingga lolosnya barang-barang haram itu.