REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi mengatakan, Indonesia akan memasuki babak baru ASEAN Economic Community atau Masyarakat Ekonomi ASEAN yang ditandai dengan pasar tunggal dan berbasis produksi, aliran modal dan terbukanya kesempatan berinvestasi tanpa batas, serta persaingan tenaga kerja yang berkompeten.
"Investasi sebagai salah satu aspek penting penggerak pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, harus disikapi dengan nyata, terutama untuk menarik investor-investor baik dalam negeri maupun luar negeri guna mendongkrak daya saing bangsa di kancah kompetisi internasional," katanya dalam sambutan wisuda mahasiswa UHAMKA di JCC, Jakarta, Ahad, (20/12).
Indonesia dituntut untuk membuka selebar-lebarnya pintu kerja sama dengan negara-negara anggota ASEAN dan negara-negara sekitar seperti Cina, Jepang, Korea Selatan, India, Australia, dan Selandia Baru. Dengan laju ekonomi dan pertumbuhan populasi sebagai jaminan tersedianya sumber daya manusia, lokasi yang strategis dan sumber daya alam yang seolah tanpa batas, serta daya tarik kehidupan demokrasi dan stabilitas politik, Indonesia dinilai sangat layak untuk mempimpin ASEAN.
"Dengan demikian, Indonesia harus memiliki daya saing yang tinggi guna menghadapi persaingan global, dapat berkompetisi di kancah internasional, serta terselenggaranya suatu tata kelola pemerintahan yang baik yang merupakan jaminan aman dan mudahnya berinvestasi di Indonesia," ujarnya.
Namun, ujar dia, tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia masih menghadapi hambatan dalam rendahnya kinerja pelayanan birokrasi dan masih tingginya angka korupsi di Indonesia. Hal ini tergambar dari beberapa laporan kinerja pemerintahan seperti The Global Competitiveness Report 2014-2015 (World Economic Forum, 2014) dimana Indonesia menempati peringkat 37 dari 140 negara. Laporan Bank Dunia melalui Worlwide Governance Indicators yang menunjukkan bahwa efektivitas pemerintahan (Government Effectiveness) Indonesia masih sangat rendah, dengan nilai indeks di tahun 2014 adalah minus 0, 01.
Selain itu Indeks Persepsi Korupsi Indonesia berdasarkan data dari Transparency International juga masih rendah pada nilai indeks 34 (dari nilai indeks bersih korupsi 100) dan berada pada ranking 107 dari 175 negara pada tahun 2014. Hal ini dinilai menjadi kendala karena pembangunan nasional dalam era persaingan global menuntut adanya birokrasi yang efisien, berkualitas, transparan, dan akuntabel, terutama terhadap prospek bidang investasi di Indonesia.