Senin 21 Dec 2015 20:41 WIB

Kualitas Rendah, Penyebab Ribuan Ton Garam Petani tak Laku

Rep: Lilis Handayani/ Red: Karta Raharja Ucu
Petani garam
Foto: ANTARA
Petani garam

REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Ketua Ikatan Petani Garam Indonesia (IPGI), M Insyaf Supriadi mengatakan, 300 ribu ton garam produksi petani di Kabupaten Cirebon yang hingga kini belum terserap pasar, lantaran kualitasnya yang rendah. Di antaranya seperti terlihat dari segi warna maupun tingkat kekeringan kristalisasinya.

Ia menjelaskan, dari segi warna, kualitas garam petani di Kabupaten Cirebon kurang putih. Selain itu, tingkat kekeringan kristalisasinya juga kurang.

(Baca Juga: 300 Ribu Ton Garam Petani Belum Terserap Pasar)

Menurut Insyaf, kurang putihnya warna garam tersebut terjadi akibat faktor air laut yang kotor. Sedangkan kurangnya tingkat kekeringan kristalisasi garam disebabkan petani langsung memanen garamnya saat baru jadi.

"Petani terdesak kebutuhan hidup sehari-hari. Jadi, hari itu garam jadi, maka hari itu juga langsung dipanen dan dijual," kata pria kepada Republika.co.id, Senin (21/12).

Ketua Asosiasi Petani Garam Kabupaten Cirebon itu menambahkan, kualitas garam seperti itu tidak memenuhi standar kualitas garam nasional. Karenanya, garam petani di Kabupaten Cirebon hingga kini belum terserap pasar.

Tak pelak, kondisi itu sangat merugikan petani. Sebab, garam yang disimpan di gudang akan mengalami susut sekitar 12-15 persen per tahun.

Belum lagi, harga garam saat ini juga sangat rendah. Yakni hanya sekitar Rp 200 per kg di tingkat gudang.

Besaran harga itu jauh lebih rendah dibandingkan harga pokok pembelian (HPP) garam yang ditetapkan pemerintah. Berdasarkan HPP, harga garam kualitas I mencapai Rp 750 per kg, garam kualitas II Rp 550 per kg dan garam kualitas III Rp 450 per kg.

Insyaf berharap, pemerintah bisa menyerap garam petani sebanyak-banyaknya supaya harga garam tidak jatuh. Selain itu, dia pun meminta agar pemerintah membuka gudang untuk menampung garam petani sebagai stok.

Sementara itu, untuk memperbaiki kualitas garam, Insyaf berharap agar bantuan bio membran dan bio isolator yang telah dibagikan pemerintah, ditambah. Pasalnya, selama ini bantuan tersebut baru dinikmati segelintir petani.

"Sangat kurang, banyak petani yang belum mendapatkannya," ucap Insyaf.

Tak hanya itu, Insyaf juga berharap agar pantai sepanjang empat sampai enam kilometer, atau mulai dari Desa Rawaurip, segera dibangun breakwater. Diharapkan, langkah tersebut dapat mencegah abrasi yang membuat air laut yang kotor masuk ke areal tambak garam.

 

Seorang petani garam di Desa Rawaurip, Kecamatan Pangenan, Kabupaten Cirebon, Junedi berharap pemerintah bisa membantu nasib petani garam. Pasalnya, nasib petani garam saat ini masih terpuruk.

"Produksi sedikit, kami rugi. Produksi berlimpah pun kami tetap rugi karena harganya jadi jatuh dan sampai sekarang belum terjual," kata Junedi mengeluh.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement