Senin 21 Dec 2015 21:31 WIB

Bersalaman dengan Lawan Jenis dalam Tuntunan Islam

Rep: Hanan Putra/ Red: Agung Sasongko
Jabat Tangan (Ilustrasi)
Jabat Tangan (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam interaksi sosial, bersalaman dengan lawan jenis nonmahram terkadang sulit dihindari. Persoalannya, tangan yang tak dijabat tentu saja menyinggung hati pemiliknya. Karena sakit hati, banyak hal-hal negatif lainnya yang berentet setelahnya.

Ada pula mubaligh yang sangat moderat dan tak mempermasalahkan mereka yang berjabat tangan antara lawan jenis. Menurut mereka, kuncinya hanya di hati. Selama tak ada niat apa-apa, tak dipersoalkan.

Hadis Nabi SAW, "Sesungguhnya setiap amalan (tergantung) niatnya." (HR Bukhari Muslim). Namun, siapa sangka, banyak pula maksiat yang berawal dari sentuhan tangan.

Bagaimana syariat memandang persoalan ini?

Ulama kontemporer, Dr Yusuf Qardhawi, dalam kumpulan fatwanya mengatakan, persoalan berjabat tangan merupakan persoalan serius yang harus dipahami para mufti (ulama yang mengeluarkan berfatwa). Tidak hanya dari segi nasnya saja, tapi qarinah (latar belakang) yang melandasi fatwa tersebut juga menimbang aspek maslahat dan mudharatnya. Inilah yang dikaji Qardhawi dalam Fiqh Aulawiyat (prioritas)-nya.

Hukum asal dari bersalaman dengan lawan jenis nonmahram adalah haram. Hal ini berdalil dari hadis Nabi SAW, "Sesungguhnya salah seorang di antara kalian jika ditusuk dengan jarum dari besi, itu lebih baik baginya daripada menyentuh seorang wanita yang bukan mahramnya." (HR Thabrani dan Baihaqi).

Istri Beliau SAW, Aisyah RA, juga menegaskan, "Demi Allah, segala hal yang Rasulullah SAW tetapkan bagi wanita, maka hal itu adalah perintah dari Allah SWT. Dan, tangan Rasulullah tidaklah menyentuh tangan wanita. Dan, perlu diketahui bahwa menyentuh dan berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahram akan menimbulkan kerusakan yang sangat banyak." Bersambung...

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
اَلَمْ تَرَ اِلَى الَّذِيْ حَاۤجَّ اِبْرٰهٖمَ فِيْ رَبِّهٖٓ اَنْ اٰتٰىهُ اللّٰهُ الْمُلْكَ ۘ اِذْ قَالَ اِبْرٰهٖمُ رَبِّيَ الَّذِيْ يُحْيٖ وَيُمِيْتُۙ قَالَ اَنَا۠ اُحْيٖ وَاُمِيْتُ ۗ قَالَ اِبْرٰهٖمُ فَاِنَّ اللّٰهَ يَأْتِيْ بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِيْ كَفَرَ ۗوَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَۚ
Tidakkah kamu memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim mengenai Tuhannya, karena Allah telah memberinya kerajaan (kekuasaan). Ketika Ibrahim berkata, “Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan,” dia berkata, “Aku pun dapat menghidupkan dan mematikan.” Ibrahim berkata, “Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah ia dari barat.” Maka bingunglah orang yang kafir itu. Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zalim.

(QS. Al-Baqarah ayat 258)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement