Oleh: Nasarudin Umar, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah
Setelah memahami kedalaman makna basmalah (Bismillah al- Rahman al-Rahim) maka selanjutnya kita memahami ayat kedua surah al-Fatihah: Al-ham du lillahi Rabbil 'alamin (segala puji hanya tertuju kepada Allah, Tuhan alam semesta).
Ayat ini perlu didalami, mengapa Allah SWT menyebut alhamdulillah, bukan al-syukr lillah? Apa sesungguhnya perbedaan antara tahmid (al-hamd) dan syukur (al-syukr)? Mengapa ayat ini lebih mengedepankan tahmid daripada syukur?
Tahmid berasal dari kata hamida- yahmadu berarti memuji, me muja, dan menyanjung. Tahmid dalam pengertian populer ialah ungkapan spontanitas seseorang yang baru saja merasakan nikmat dan karunia Allah SWT dengan meng ucapkan kata hamdalah (al- ham dulillah). Tahmid sudah dipopulerkan sebagai bahasa Indonesia seperti halnya kata syukur.
Semua ungkapan tahmid adalah bagian dari syukur, tetapi syukur tidak identik dengan tahmid. Mensyukuri rahmat dan karunia Tuhan sekaligus memuji Tuhan tetapi memuji Tuhan belum tentu mensyukuri Tuhan.
Dengan kata lain, syukur tidak cukup hanya memuji, memuja, atau menyanjung Tuhan, tetapi syukur menuntut konsekuensi aksi dan tindakan lebih dari sekedar ucapan. Mensyukuri rahmat dan karunia Allah SWT dengan cara menyisihkan zakat, infak, sedekah, jariyah, dll kepada yang berhak.
Dalam pandangan tasawuf, tahmid lebih luas daripada syukur. Tahmid adalah cinta sejati dan penyerahan diri secara total terhadap Allah SWT.
Tahmid melintasi batas hitung-hitungan, bebas dari target, dan pengabdian secara formal sebagaimana sering dikaitkan dengan defi nisi syukur. Syukur sering dihubungkan dengan ayat: Lain syakartum la azidannakum wa lain kafartum inna 'adzabi lasyadid (jika kalian bersyukur maka niscaya Akan ditambahkan (nikmat-Ku) dan jika kalian kufur maka sesungguhnya azab-Ku lebih pedih).
Seringkali orang bersyukur dimotivasi oleh sebuah strategi untuk mendapatkan rahmat dan karunia lebih banyak lagi, sebagaimana pemahaman secara literal ayat tersebut di atas. Akan tetapi tahmid betul-betul tidak terikat dan tidak terpengaruh dengan harapanharapan lain selain kepasrahan penuh kepada Allah SWT.
Pujian yang dilakukan samasekali bukan karena ada keinginan mendapatkan peluang baru yang konotasinya bersifat fi sik-materi, tetapi tahmid sudah selesai dengan penyerahan diri yang bersangkutan secara total kepada Allah SWT. Bersambung...