Senin 21 Dec 2015 23:15 WIB

Syukur, Melihat Pemberi Nikmat

Siluet syukur muslimah
Foto: emirates247.com
Siluet syukur muslimah

Oleh: Nasarudin Umar, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah

 

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ada kelompok ulama lain tidak terlalu membedakan perbedaan antara tahmid dan syukur. Bahkan seringkali bisa kita menemui tulisan tahmid dan syukur digunakan secara bergantian (interchangable).

Bagi kelompok ini orang-orang yang selalu bertahmid kepada Allah SWT mendapatkan pujian balik dari Allah SWT dengan ilustrasi dan perumpamaan menarik, seperti dalam firman-Nya, " Mereka itu adalah orang-orang yang bertobat, yang beribadah, yang memuji (Allah), yang melawat, yang rukuk, yang sujud, yang menyuruh berbuat makruf dan mencegah berbuat mungkar dan yang memelihara hukum-hukum Allah. Dan gembirakanlah orangorang mukmin itu". (QS at-Taubah [9]:111-112).

Menurut kalangan ahli hakikat, syukur adalah menyandarkan segala nikmat kepada pemberi nikmat dengan sikap rendah diri. Atas dasar pengertian inilah Allah mempunyai sifat al-syakur, syukur yang sangat luas. Allah memberikan balasan kepada para hamba-Nya atas kesyukurannya.

(Baca: Apa Perbedaan Tahmid dan Syukur?)

Al-Junaid mengatakan, syukur ialah engkau tidak memandang dirimu sebagai pemilik nikmat. Syakir adalah orang yang mensykuri atas adanya pemberian, sedang syakur mensyukuri atas penolakan. Ada juga yang mengatakan, syakir adalah orang yang mensyukuri atas nikmat, sedangkan syakur adalah mensyukuri apapun dari Allah SWT, baik berupa kenikmatan atau musibah.

Menurut Al-Syibli syukur ialah melihat kepada pemberi nikmat dan bukan kepada nikmatnya. Pernyataan ini diperkuat dengan ucapan Nabi Ayyub AS yang bersikap sabar terhadap musibah yang menimpanya, sehingga ia disebut sebagai hamba yang sebaik-baiknya. Demikian juga Nabi Sulaiman AS yang bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah kepadanya sehingga ia disebut juga sebagai hamba yang sebaikbaiknya.

Hal ini disebabkan karena keduanya konsentrasi pada pemberi nikmat dan bukan pada musibah dan nikmat itu, sehingga dengan demikian keduanya tidak merasakan sama sekali rasa sakit dan nyaman.

Kalangan sufi membagi syukur kepada tiga macam, yaitu: 1) syukur dengan lisan, inilah yang populer, 2) syukur dengan hati, yaitu menyadari sepenuhnya segala apa yang saksikan di bumi yang luas dan tetap konsisten menjaga kehormatan, 3) syukur dengan aktualisasi diri.

Syukur kedua mata adalah menahan dan menghindari dari segala yang diharamkan Allah atas keduanya dan dari segala aib orang. Syukur kedua telinga adalah menyumbat keduanya dari segala aib orang dan yang tidak halal didengarnya. Syukur kedua tangan adalah menahan untuk tidak mengambil hak orang lain. Syukur kedua kaki adalah tidak menjalankannya pada arah yang menuju kemaksiatan.

Harapan kita, tentu ingin meningkatkan kualitas kesyukuran kita, tidak hanya sekedar mengucap tahmid dan pujian kepada Allah SWT tetapi bagaimana meng aktualkan rasa syukur kita sehingga, selain kita memperoleh kepuasan batin kita juga menjadi rahmat bagi semesta alam. Itulah wujud pribadi yang bersyukur.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement