Senin 21 Dec 2015 23:11 WIB

Dapat Uluran Tangan Lawan Jenis, Bagaimana Sikap Kita?

Rep: Hanan Putra/ Red: Agung Sasongko
Jabat Tangan (Ilustrasi)
Jabat Tangan (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sikap seperti apa yang harus dijalankan seorang Muslim dan Muslimah ketika mendapat uluran tangan lawan jenis yang nonmahram kepadanya?

Cendikiawan Muslim, Yusuf Al Qardhawi menekankan dua hal dalam persoalan ini untuk mengambil sikap. Pertama, berjabat tangan antara laki-laki dan perempuan hanya diperbolehkan apabila tidak disertai dengan syahwat serta aman dari fitnah.

Apabila dikhawatirkan terjadi fitnah terhadap salah satunya atau disertai syahwat dan taladzdzudz dari salah satunya atau bahkan keduanya, keharaman berjabat tangan tidak diragukan lagi. (Baca: Dua Toleransi Bersalaman dengan Lawan Jenis)

Seandainya syarat ini tidak terpenuhi, yaitu tiadanya syahwat dan aman dari fitnah, meskipun jabatan tangan itu antara seseorang dengan mahramnya, seperti bibinya, saudara sesusuan, anak tirinya, ibu tirinya, mertuanya, atau lainnya, maka berjabat tangan pada kondisi seperti itu adalah haram. Bahkan, berjabat tangan dengan anak yang masih kecil pun haram hukumnya jika kedua syarat itu tidak terpenuhi.

(Baca Juga:Bersalaman dengan Lawan Jenis Menurut Tuntunan Islam)

Syarat kedua, hendaklah berjabat tangan itu sebatas ada kebutuhan saja, seperti yang disebutkan dalam pertanyaan di atas, yaitu dengan kerabat atau semenda (besan) yang terjadi hubungan yang erat dan akrab di antara mereka. Dan, tidak baik hal ini diperluas kepada orang lain, demi membendung pintu kerusakan, menjauhi syubhat, mengambil sikap hati-hati, dan meneladani Nabi SAW.

Tidak ada riwayat kuat yang menyebutkan bahwa beliau pernah berjabat tangan dengan wanita lain yang bukan kerabat atau tidak mempunyai hubungan yang erat. Namun, yang lebih utama bagi seorang Muslim atau Muslimah yang berkomitmen pada agamanya, janganlah memulai berjabat tangan dengan lain jenis. Namun, apabila diajak berjabat tangan, barulah ia menjabat tangannya. Wallahu'alam. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
اَلَمْ تَرَ اِلَى الَّذِيْ حَاۤجَّ اِبْرٰهٖمَ فِيْ رَبِّهٖٓ اَنْ اٰتٰىهُ اللّٰهُ الْمُلْكَ ۘ اِذْ قَالَ اِبْرٰهٖمُ رَبِّيَ الَّذِيْ يُحْيٖ وَيُمِيْتُۙ قَالَ اَنَا۠ اُحْيٖ وَاُمِيْتُ ۗ قَالَ اِبْرٰهٖمُ فَاِنَّ اللّٰهَ يَأْتِيْ بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِيْ كَفَرَ ۗوَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَۚ
Tidakkah kamu memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim mengenai Tuhannya, karena Allah telah memberinya kerajaan (kekuasaan). Ketika Ibrahim berkata, “Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan,” dia berkata, “Aku pun dapat menghidupkan dan mematikan.” Ibrahim berkata, “Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah ia dari barat.” Maka bingunglah orang yang kafir itu. Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zalim.

(QS. Al-Baqarah ayat 258)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement