Oleh: Supriyadi
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Israf mempunyai arti berlebih-lebihan. Sikap israf atau berlebih-lebihan merupakan hal yang kurang baik atau bahkan malah tidak baik. Terlalu banyak bersedekah itu kurang baik, bahkan terlalu banyak rakaat dalam shalat sunah juga kurang baik.
Itu baru berlebihan atau israf dalam kebaikan, yang hal itu saja kurang baik, apalagi israf dalam kemaksiatan. Sungguh hal itu akan mampu menjerumuskan pelaku israf dalam kemaksiatan ke neraka.
Segala hal yang dilakukan secara berlebihan itu tidak baik. Pada zaman Rasulullah SAW, ada seorang sahabat laki-laki yang gemar beribadah di dalam masjid. Dia terus-terusan beribadah di masjid. Melihat hal itu, Rasulullah SAW pun menegurnya agar lelaki itu beribadah di masjid secukupnya saja.
Rasulullah SAW juga memerintahkannya untuk bekerja, berkumpul bersama istri, dan tidak melulu di masjid. Apa guna beribadah secara berlebihan tetapi keluarga di rumah telantar?
Allah SWT berfirman yang termaktub dalam potongan QS al-A'raf ayat 31, " ... Sesungguhnya Dia (Allah) tidak menyukai orang-orang yang berlebihan." Dengan demikian, kita semua pun tahu bahwa israf itu tidak baik.
Lalu, hal yang dikatakan israf itu sejauh mana? Jika israf diartikan sebagai sikap atau perilaku yang dilakukan secara berlebihan, semua dari kita paham. Namun, sebagian dari kita terkadang tidak memahami batas-batas dari berlebihan itu.
Batas dari berlebihan memang antara satu orang dan orang yang lain itu berbeda. Dengan demikian, israf itu memang berbeda-beda kadarnya. Bukankah kita bisa menghabiskan nasi sepiring penuh, tetapi anak berusia empat tahun tidak bisa? Ya, bisa diibaratkan seperti itu.
Oleh karena itu, batas dari israf yang paling jelas adalah cukup, tidak membebani, dan seimbang. Kita boleh menunaikan shalat sunah seratus rakaat, asalkan keharusan yang lain juga bisa terpenuhi sesuai kadarnya. Kita pun tidak dilarang untuk rajin berpuasa. Akan tetapi, ketika waktu Maghrib tiba, maka kita harus berbuka atau membatalkan puasa.
Allah SWT menetapkan syariat Islam memang telah dirancang sesuai dengan kadar kemampuan umat manusia. Shalat wajib yang asalnya 50 waktu saja kini menjadi hanya lima waktu. Kita tidak akan sanggup untuk menunaikan shalat 50 kali dalam sehari semalam. Oleh karenanya, Allah SWT hanya mewajibkan lima waktu dan jika kita masih merasa kurang, maka ada shalat sunah yang bisa dikerjakan sesuai dengan kemampuan.
Perlu kita memahami QS al-Baqarah ayat 286 bahwa Allah SWT tidak membebani kita di luar kemampuan kita. Allah SWT tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.
Islam mengajarkan ajaran yang seimbang; antara kebutuhan duniawi dan ukhrawi, antara kebutuhan jasmani dan rohani, antara kebutuhan diri sendiri dan orang lain, antara kebutuhan pribadi dan keluarga. Ada skala prioritas dalam syariat. Islam mengajarkan keseimbangan dalam hidup ini dan tidak membenarkan israf. Wallahu a'lam.