REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Orang-orang yang kini menjadi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai tidak segarang para figur terdahulu. Banyak masyarakat skeptis bahwa rekam jejak orang-orang tersebut tidak sekencang pendahulu mereka dalam hal pemberantasan korupsi.
Tidak hanya itu, bahkan barisan aktivis kecewa Johan Budi dan Busyro Muqoddas yang integritasnya sudah teruji dengan KPK justru malah tidak terpilih. "Mereka yang muncul tidak ideal secara kemampuan, tapi karena ini proses politik DPR makanya harus diterima," ujar pengamat politik dari Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang Teguh Yuwono kepada Republika.co.id, Rabu (23/12).
Dia mengatakan, sekarang tinggal lihat apakah pesimisme dan skeptimisme ini terbukti atau tidak. Kalangan aktivis banyak yang tidak yakin bahwa pimpinan KPK mampu menjalankan tugas KPK dengan baik. "Barangkali ke depan kita tidak akan melihat kelas-kelas kakap diproses di KPK," kata dia.
Proses politik untuk memilih pimpinan KPK tidak dapat dihindari. Publik tidak dapat menolak apakah di balik pemilihan ini ada agenda DPR, misalnya berupa 'pengamanan' posisi di DPR.
Teguh mengatakan tindakan pencegahan tidak cukup untuk mengurangi tindak pidana korupsi di Indonesia. Perlu juga penindakan. Pasalnya Indonesia tidak hanya darurat narkoba, namun juga darurat korupsi.