REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan melakukan eksaminasi (menguji dalam arti luas) kasus tindak pidana korupsi yang dilakukan mantan Sekretaris Jenderal Partai Nasdem Patrice Rio Capella karena menerima Rp200 juta dari Gubernur Sumatera Utara non-aktif Gatot Pujo Nugroho.
"Eksaminasi dalam penanganan suatu kasus merupakan mekanisme yang universal di lembaga penegakan hukum sebagai basis check and balances system saja, tapi lebih baik dicek ke Deputi PIPM saja (Pemeriksaan Internal dan Pengaduan Masyarakat)," kata mantan Pelaksana Tugas (Plt) Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji di Jakarta, Rabu (23/12).
Eksaminasi itu dilakukan mulai dari penyelidikan, penyidikan hingga penuntutan. Hal tersebut terkait dengan rendahnya tuntutan terhadap Rio Capella yang hanya dituntut 2 tahun penjara ditambah denda Rp50 juta subsider satu bulan kurungan karena menerima Rp200 juta berdasarkan dakwaan berdasarkan dakwaan alternatif kedua 11 UU No31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Namun Yudi akan segera dimutasi menjadi Kepala Bidang Penyelenggara pada Pusat Pendidikan dan Pelatihan Manajemen dan Kepemimpinan Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan Agung RI di Jakarta. Terkait eksaminasi tersebut, Yudi Kristiana mengatakan bahwa ia tetap menganggap KPK sebagai rumah keduanya.
"Saya sudah menangani korupsi jauh sebelum bergabung dengan KPK, jadi KPK ini rumah saya yang kedua dalam memberantas korupsi, tapi ada juga advokat pembela koruptor yang bisa bergabung KPK. Tidak ada jaksa yang berani menangani perkara OCK (OC Kaligis) maupun PRC (Patrice Rio Capella), karena semua tahu betapa sulitnya menangani OCK, tapi dengan segala tantangannya saya berhasil," kata Yudi melalui pesan singkat.
Menurut Yudi, tidak ada yang berani mengambil perkara Rio Capella karena berisiko hukum dan politik tapi ia berani menghadapinya.
"Dengan segala risikonya saya menghadapi dan akhirnya datanglah risiko itu dan semua media tahu. Tapi ketika ada orang mau menembak di atas kuda, saya tidak mau menjadi kuda tunggangannya, maka saya dicari-cari kesalahan saya, dan PI (Pemeriksa Internal) pun bingung mencari salah saya di mana. Saya sudah 'all-out' mendarmabaktikan hidup saya untuk KPK selama lebih dari empat tahun, dengan risiko hidup-mati," jelasnya.