REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kemenenagan calon pejawat di pemilihan kepala daerah (pilkada) merupakan keuntungan yang tidak bisa dipungkiri. Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Heroik Pratama mengatakan, calon pejawat dalam aspek pertahanan memiliki peluang strategis dalam kemenangan.
Calon pejawat dinilai sudah memiliki popularitas di antara calon lain dalam pandangan masyarakat. Pejawat lebih dikenal karena sudah memimpin selama lima tahun sebelumnya sehingga masyarakat bisa merasakan dari kinerja, kebijakan, sampai program yang diimplementasikan.
"Ada sisi lain juga dari anomali pejawat. Pejawat memiliki punya sumber daya berbeda, padahal pilkada menekankan kesetaraan," ujar Heroik dalam diskusi "Sepak Terjang Pertahanan di Pilkada Serentak 2016" Rabu (23/12).
Munculnya calon pejawat, menurut Heroik, kerap kali dianggap mampu menciptakan persaingan yang tidak setara dengan calon kepala daerah baru. Ada akses birokrasi yang dapat digunakan pejawat untuk membuka ruang keterpilihannya kembali.
Dari berbagai keuntungan tersebut, calon pejawat di pilkada lalu memang membuahkan hasil. Tapi menurut data yang Perludem dapatkan ada sebanyak 48 daerah yang calon pejawatnya tidak dapat memenagkan pertaungan dengan calon baru dengan pelbagai alasan.