Jumat 25 Dec 2015 14:17 WIB

Masyarakat Indonesia Jangan Terlalu Orientasi Jadi Pegawai

Rep: Wilda fizriyani/ Red: Teguh Firmansyah
 Warga sedang menghadiri pelaksanaan Bursa Kerja di istora Senayan, Jakarta, Kamis (17/9).
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Warga sedang menghadiri pelaksanaan Bursa Kerja di istora Senayan, Jakarta, Kamis (17/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sebagian besar masyarakat terutama para lulusan perguruan tinggi dinilai terlalu berorientasi untuk  menjadi pegawai. Dengan kata lain lebih memilih menjadi ‘tukang cari kerja’.

Menurut Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi), Edy Suandi Hamid, pandangan tersebut tidak tepat untuk terus dilakukan.  “Para lulusan PT harus berani menciptakan pekerjaan dan menjadi wirausaha atau wiraswasta,” terang Edy melalui keterangan pers.

Dengan kondisi demikian, maka saat ini merupakan momentum tepat untuk membentuk pola pikir masyarakat. Sehingga, lanjut dia, masyarakat tidak hanya berorientasi sebagai pencari kerja. 

Akibat mentalitas pencari kerja itu, Edy berpendapat, pengangguran di Indonesia pun menjadi tinggi. Bahkan lulusan Perguruan  Tinggi (PT) masih memprihatinkan.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik 2015 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Indonesia pada Agustus 2015 menapak 7,56 juta orang atau 6,18 persen dari total 122,4 juta orang angkatan kerja. Hal ini mengalami peningkatan dibanding TPT Februari 2015 sebesar 5,81 persen dan TPT Agustus 2014 sebesar 5,94 persen. Dengan kata lain, sekitar 600 ribu penganggur terbuka itu lulusan perguruan tinggi, baik diploma maupun sarjana.

Menurut Guru Besar Universitas Islam Indonesia (UII), pengangguran terbuka yang diluluskan oleh PT masih relatif banyak dari jumlah angkatan kerja di Indonesia. Hal ini menunjukan  penyerapan tenaga kerja lulusan PT cenderung lambat. “Sehingga menyuburkan pengangguran berlabel sarjana,” jelas Mantan Rektor UII ini.

Karena situasi ini, Edy menegaskan, lulusan PT memang harus bisa dengan menjadi entrepreneurship. Jalan menjadi pengusaha ini bukan karena alasan keuntungan pribadi saja. Namun hal ini juga akan ikut berkontribusi dalam pembangunan bangsa juga, yakni mampu menciptakan lapangan kerja.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement