REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Permasalahan di bidang ketenagakerjaan Indonesia yang paling dirasakan hingga kini adalah pengangguran. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada Agustus 2015, jumlah penganggur terbuka mencapai 7,56 juta orang atau 6,18 persen dari angkatan kerja sebanyak 122,4 juta orang.
"Besarnya tingkat pengangguran tersebut merupakan salah satu indikator perekonomian kita yang harus segera diatasi," ujar Menteri Ketenagakerjaan RI M Hanif Dhakiri baru-baru ini.
Dalam pengamatannya, pengangguran disebabkan oleh dua hal yaitu jumlah angkatan kerja yang setiap tahun meningkat dan terbatasnya kesempatan kerja. Peningkatan jumlah angkatan kerja diakibatkan karena adanya lulusan dari lembaga pendidikan maupun mereka yang belum diserap oleh pasar kerja pada tahun sebelumnya.
Sedangkan terbatasnya kesempatan kerja antara lain diakibatkan oleh kondisi pertumbuhan perekonomian nasional dan adanya ketidaksesuaian antara kebutuhan dengan ketersediaan tenaga kerja.
Hanif mengatakan ppenyiapan tenaga kerja oleh lembaga pendidikan hendaknya diarahkan bukan saja untuk membekali setiap peserta didik dengan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi semata.
Tetapi juga pada penciptaan sumber daya manusia (SDM) yang mampu mengelola sumber daya alam yang tersedia sehingga membawa bangsa ini keluar menjadi bangsa yang hebat.
Lemahnya SDM Indonesia dalam berkompetisi di dunia kerja salah satunya disebabkan sistem pendidikan dan penyiapan SDM yang salah. Untuk itu, lembaga pendidikan di semua level diminta merancang ulang program dan orientasi dengan memasukkan unsur pendidikan kewirausahaan.
Lembaga pendidikan formal harus mampu menyiapkan calon tenaga kerja handal dan kompeten selain menyiapkan kader bangsa terdidik dan nasionalis. Untuk itu kurikulum dan silabinya harus didesain dengan mempertimbangkan perkembangan zaman dan kebutuhannya selain perubahan pola pikir bagi peserta didik yang dalam bahasa pemerintahan Jokowi-JK disebut revolusi mental.