REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Bidang Riset dan Advokasi Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setidjarwono menilai fenomena macet akhir tahun ini berbeda dengan sebelumnya. Meskipun, ia mengakui lonjakan arus kendaraan yang memadati jalan dari Jakarta menuju Jawa Tengah, dan Jawa Barat di luar dugaan.
Djoko menilai kemacetan ini disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, adanya salah estimasi dari para pengendara. Libur panjang Natal dan Tahun Baru ini membuat para warga yang bekerja di Jakarta hendak pulang ke daerah masing masing.
Karena adanya tol baru seperti Cipali, membuat warga menilai arus menuju Jawa Tengah tak akan sepadat dan serumit arus mudik Lebaran. Namun faktanya, membeludaknya kendaraan tak bisa dipungkiri dan mengakibatkan lonjakan kendaraan di jalan tol.
Melihat fenomena ini, Djoko menilai ada informasi yang tidak diterima warga yang memutuskan ke luar kota. Pertama, membeludaknya kendaraan juga tak terpikirkan oleh para petugas baik kepolisian maupun jasa marga sebagai operator jalan tol.
"Misal kayak di tol menuju cikampek. Itu di Cawang saja sudah macet. Tapi pintu tol dari Bekasi, Jatibening masih dibuka. Jadi tambah tidak bergerak. Nah harusnya Jasa Marga bisa menstop arus dari arah pintu samping hingga jalanan lancar dulu," kata Djoko yang juga mengalami kemacetan tersebut saat hendak ke luar kota, Sabtu (26/12).
Djoko mengatakan dari Jakarta Pusat hingga tol Bekasi saja sudah memakan waktu sekitar tiga jam. Apalagi diperparah dengan adanya rest area di seputaran tol arah Cikampek. Djoko mengatakan warga yang hendak beristirahat di rest area tak mendapatkan informasi sehingga keluar masuk rest area padat. Padatnya rest area dan kendaraan yang mengantre ini menambah macetnya jalur tol tersebut.
Djoko mengatakan tol Cipali yang biasanya lancar juga terkena imbas penumpukan kendaraan. Keluar dari tol Cipali masuk jalur Pantura ternyata ada perbaikan jalan yang membuat jalan hanya dibuka satu jalur. Pembetonan yang dilakukan oleh pemerintah menambah kemacetan jalan.
"Jadi saya juga nggak nyangka kalau ada perbaikan jalan. Ya tambah macet. Biasanya kan perbaikan jalan diberhentikan atau selesai saat arus liburan dan mudik tiba. Ini jalan terus," ujar Djoko.
Melihat hal ini Djoko menilai saat ini memang terjadi kurangnya informasi dan kordinasi antar satu dengan lembaga pemerintah yang lain. Djoko mengatakan tak ada antisipasi khusus untuk meminimalisisasi lonjakan jumlah kendaraan.
Djoko mengatakan perlu adanya informasi yang terintegrasi yang bisa berguna bagi masyarakat, seperti penertiban di rest area. Mestinya para pengelola rest area bisa memberikan informasi kepada warga jika memang sudah padat. Pintu tol sayap juga mestinya bisa diatur agar tak ada lonjakan dan penumpukan kendaraan.
"Warga biasanya kan mengandalkan rest area untuk isi bensin dan makan. Nah, mungkin saat ini yang terbaik adalah sosialisasi agar warga membawa bekal yang cukup dan bensin yang penuh saat akan jalan," ujar Djoko.
Selain itu, Djoko menilai perlu ada kebijakan dari pemerintah untuk menambah sarana publik seperti kereta dan pesawat. Tak dipungkiri melonjaknya arus mudik pada akhir tahun ini dikarenakan tiket kereta yang sudah habis dan harga tiket pesawat yang melonjak tajam.
"Jadi kalau mau pembenahan, memang armada transportasi umumnya seperti kereta itu harus ditambah agar warga tak terpusat pada kendaraan pribadi dan memadati jalan tol," ujar Djoko