REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Marwan Jafar mengatakan pihaknya telah memetakan berbagai problem yang harus diatasi dalam implementasi Undang Undang Desa.
Marwan mengungkapkan, sedikitnya ada enam tantangan besar dalam implementasi UU Desa.
Pertama, kata Marwan, adanya fragmentasi penafsiran UU Desa di tingkat elit yang berimplikasi pada proses implementasi dan pencapaian mandat yang tidak utuh, bahkan mengarah pada pembelokan terhadap mandat UU Desa.
"UU Desa tidak hanya mengamanatkan pengaturan tentang keuangan desa, tapi juga meliputi pengakuan terhadap kewenangan desa, kerja sama antar desa, penguatan lembaga kemasyarakatan desa, penetapan dan pemberdayaan desa adat, dan partisipasi masyarakat desa. Ini mesti diimplementasikan secara utuh," katanya.
Ia melanjutkan, tantangan kedua, di tingkat pemerintahan Desa terjadi pragmatisme yang mengarah pada hilangnya kreativitas dalam menggali sumber daya lokal di desa. Marwan mengatakan, dana desa belum digunakan secara optimal untuk menggali sumber pendapatan baru melalui investasi produktif yang dijalankan oleh masyarakat.
"Akibat itu semua, dana desa terkesan menimbulkan ketergantungan baru, karena belum digunakan untuk kegiatan yang dapat menopang perekonomian masyarakat setempat serta meningkatkan pendapatan asli desa," ujar Marwan
Ketiga, kata Marwan, demokratisasi desa masih menghadapi kendala praktek serba administratif. Aparatus Pemerintah Daerah cenderung melakukan tindakan kepatuhan dari pusat untuk mengendalikan Pemerintah Desa, termasuk dalam hal penggunaan dana desa.
Padahal, menurut Marwan, UU Desa telah mengakui kewenangan yang dimiliki oleh desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat berdasarkan hak asal-usul, adat istiadat, dan nilai sosial budaya secara demokratis dan partisipatif.