REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Pemerintah Kota Bogor terus mengupayakan kerukunan antarumat beragama di Kota Hujan. Pemkot mengklaim, tak ada konflik horizontal berbau SARA yang pernah terjadi di Bogor sejak Indonesia berdiri.
Bukti kerukunan tersebut tampak dari umat lintas keyakinan yang hidup berdampingan. Masjid, gereja Katolik, gereja Protestan, Vihara, dan Klenteng, sudah ratusan tahun damai berdiri di Bogor.
"Ada pula tradisi penyelenggaraan Cap Go Meh yang telah berlangsung lebih dari 100 tahun dan tetap berlangsung sampai sekarang," ungkap Wali Kota Bogor Bima Arya dalam rilis pers yang diterima Republika.co.id, Senin (28/12).
Terkait kasus GKI Yasmin, kata Bima, adalah sebuah bentuk penegakan hukum dan bukan pembatasan beribadah umat beragama tertentu. Pasalnya, setiap pendirian bangunan gedung termasuk rumah ibadah harus memenuhi persyaratan sesuai aturan yang berlaku.
Dalam kasus itu, terdapat penipuan pemalsuan tanda tangan dalam meminta persetujuan warga sekitar dan telah diputus bersalah berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Bogor di tahun 2011. Karena itulah, sempat diterbitkan Keputusan Wali Kota Bogor Nomor 645.45-137 tertanggal 11 Maret 2011 tentang Pencabutan Izin Mendirikan Bangunan GKI Taman Yasmin.
Tindak lanjut atas penerbitan Keputusan Wali Kota dimaksud, Pemkot Bogor mengembalikan semua biaya perizinan yang telah dikeluarkan pemohon, yaitu GKI Pengadilan Bogor. Selanjutnya, Pemkot membeli tanah dan bangunan yang terletak di Jalan KH Abdullah Bin Nuh Nomor 31 Taman Yasmin atau mengganti (ruilslag) tanah dan bangunan tersebut dengan tanah dan bangunan di lokasi lain milik Pemkot Bogor.
"Pemerintah Kota Bogor juga telah menyediakan tempat ibadah sementara bagi jemaat GKI yaitu di Gedung Harmoni yang jaraknya sekitar 100 meter dari lokasi sengketa," kata Bima.
Saat ini, Pemkot Bogor berkomitmen untuk menuntaskan kasus Bakal Pos Yasmin dengan sejumlah langkah. Bima menjamin dan mengupayakan terpenuhinya kebutuhan dari GKI Pengadilan untuk memiliki tempat ibadah baru yang memadai karena semakin terbatasnya kapasitas gereja di Jalan Pengadilan.
Pada pertemuan terkini dengan perwakilan Majelis Jemaat GKI Pengadilan pada Jumat (18/12), kata Bima, telah disepakati beberapa hal. GKI Pengadilan menyatakan siap untuk bersama-sama mematangkan rencana untuk menentukan lokasi pembangunan gereja yang baru.
Sementara itu, Ormas Islam yang selama ini mengkritisi rencana pembangunan gereja di Bakal Pos Yasmin, mempercayakan sepenuhnya penanganan GKI Yasmin kepada Pemkot. Ormas-ormas Islam itu antara lain Forkami, Garis, Gempa, dan KMB.
"Mereka telah berkomitmen untuk tidak melakukan aksi-aksi yang dapat mengganggu stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat," ujar Bima.