REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR, Junimart Girsang mengakui MKD sulit independen lantaran kerap terintervensi pihak luar.
Menurutnya, hal ini pun bisa membuat MKD kehilangan marwah sebagai lembaga pengadil etik anggota dewan. Oleh karena itu, Junimart mengusulkan agar keanggotaan MKD dipermanenkan. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi pergantian anggota di saat menangani suatu perkara.
"Contoh kemarin, last minute bisa diganti orang. Bagaimana mungkin seorang pengadil yang baru ganti, bisa memahami tentang anatomi dari MKD itu sendiri," katanya di diskusi Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di Jakarta, Senin (28/12).
Menurutnya, anggota MKD semestinya terus bertugas dari awal sampai akhir periode menjabat, untuk memahami anatomi MKD itu sendiri.
Selain itu kata dia, pentingnya kemandirian anggota MKD yakni dengan tidak juga menjabat sebagai anggota komisi di DPR. Lantaran diakuinya, hal itu menghambat proses peradilan etik anggota dewan.
Ia menambahkan belajar dari kasus Setya Novanto, persidangan etik di MKD sangat terintervensi oleh partai, yang mana anggota tidak mengikuti kemauan partai maka terancam dicopot keanggotannya.
"Itu pengalaman yang ada kemarin, itu fakta. Saya berharap dicopot dari pimpinan, tapi tidak dicopot juga," katanya.
Namun kata Junimart, kemandirian anggota MKD haruslah melalui proses fit and proper test terlebih dahulu. "Ya tentukan harus melalui proses. Tidak langsung anggota masuk ke MKD," ujarnya.
Dalam kesempatan itu pun, Junimart mengungkapkan jika dibandingkan dengan DKPP yang juga memproses persidangan etik, tingkat independesi DKPP masih lebih baik.
Ke depan, perlu ada pembenahan menyeluruh di MKD, selain terus menjaga tingkat independensi, yakni juga terkait aturan sanksi yang diberikan pada anggota dewan.
"Saya yakin DKPP masih bekerja secara etika dan tidak punya kepentingan macam-macam," jelasnya.