REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- KPK di bawah komisioner baru, akan tetap melanjutkan penyelidikan pemberian surat keterangan lunas (SKL) dalam pengucuran Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
"Kami akan pelajari dulu, di penyelidikan ada bukti permulaan. Kalau alat buktinya cukup, ya kemungikinan diteruskan akan selalu ada. Kita tidak mungkin bergerak kalau belum ada datanya," kata Ketua KPK Agus Rahardjo seusai peresmian gedung KPK di Jalan Kuningan Persada kav 4 Jakarta Selatan, Selasa (29/12).
Sebelumnya salah satu komisioner 2015-2019, Saut Situmorang mengatakan kelanjutan pengusutan kasus skandal Bank Century dan BLBI tidak akan efisien dan menyimpang dari sistem dan meminta agar pemberantasan korupsi dimulai dari titik nol.
Sebelum pimpinan KPK 2011-2015 lengser, diketahui sudah ada gelar perkara (ekspose) BLBI dan disimpulkan sudah ada beberapa pihak yang dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana, namun hingga saat ini belum ada surat perintah penyidikan (sprindik) mengenai penetapan tersangka kasus tersebut.
Lusiana diduga mengelola tanah yang diberikan kepada penyelenggara negara yang memiliki kewenangan untuk mengeluarkan SKL. Mekanisme penerbitan SKL yang dikeluarkan BPPN berdasarkan Inpres No. 8 Tahun 2002 saat kepemimpinan Presiden Megawati yang mendapat masukan dari mantan Menteri Keuangan Boediono, Menteri Koordinator Perekonomian Dorodjatun Kuntjara-djakti, dan Laksamana Sukardi.
Dari Rp 144,5 triliun dana BLBI yang dikucurkan kepada 48 bank umum nasional, sebanyak Rp138,4 triliun dinyatakan merugikan negara karena tidak dikembalikan kepada negara, tapi baru 16 orang yang diproses ke pengadilan.
Sedangkan sisanya yaitu para obligor yang tidak mengembalikan dana mendapatkan mendapatkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dari Kejaksaan Agung karena mendapatkan SKL berdasarkan Inpres No. 8 tahun 2002 tentang pemberian jaminan kepastian hukum kepada debitor yang telah menyelesaikan kewajibannya atau tindakan hukum kepada debitor yang tidak menyelesaikan kewajibannya berdasarkan PKPS.
Berdasarkan hasil pemeriksaan penyelesaian kewajiban pemegang saham (PKPS) oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), nilai penjualan dari aset Salim yang diserahkan ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) untuk penyelesaian BLBI ternyata hanya 36,7 persen atau sebesar Rp19,38 triliun dari Rp 52,72 triliun yang harus dibayar.