REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Merasa prihatinan tentang penanganan krisis ekologi dan sosial di Pulau Jawa, sebanyak 248 akademisi, tokoh agama, budayawan, dan aktifis sosial yang tergabung dalam Forum Pengajar, Peneliti, dan pemerhati Agraria, lingkungan dan Kebudayaan akan mengajukan petisi kepada Presiden Jokowi.
Akademi dari Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Prof. Hariadi Kartodihardjo mengungkapkan, semua provinsi di Pulau Jawa saat ini mempunyai indeks rawan bencana banjir, longsor, dan kekeringan yang tinggi.
"Kondisi hutan di Pulau Jawa yang saat ini berada pada titik kritis perlu mendapat perhatian serius," katanya dalam jumpa pers di Bakoel Koffie, Jakarta, Selasa (29/12).
Prof. Hariadi mengatakan, Pulau Jawa hanya memiliki luasan hutan sebesar 3,38 persen dari seluruh kawasan hutan di Indonesia. Dari luasan tersebut, sebesar 85,37 persen dikelola oleh Perum Perhutani. "Luas tutupan hutan di Jawa dari tahun ke tahun makin berkurang," katanya.
Prof. Hariadi melanjutkan, pada tahun 2000 luas tutupan hutan Jawa masih 2,2 juta hektar. Namun, pada tahun 2009 merosot menjadi 800 hektar. "Total luas tutupan hutan di kawasan hutan produksi di Jawa hanya tinggal 23,1 persen. Jika tren ini terus berlangsung, maka sekitar 10,7 juta hektar Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Sub DAS di pulau Jawa akan semakin terancam," katanya.
Koordinator Forum Pengajar, Peneliti dan pemerhati Agrari, Dr. Soeryo Adiwibowo berharap presiden segera menyelamatkan lingkungan dan sumber daya alam di Pulau Jawa. Pemerintah harus mengambil langkah yang diperlukan untuk mencegah berlanjutnya krisis sosial dan lingkungan.
Menurut Soeryo, proyek-proyek pembangunan di Pulau Jawa masih belum memberikan keadilan lingkungan dan sosial pada rakyat atau masyarakat terdampak. "Di beberapa tempat juga masih belum menghormati hak-hak rakyat atas tanah permukiman dan pertanian yang telah dikuasai turun-temurun," kata dia.