REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino memilih untuk diberhentikan dibanding mengundurkan diri terkait dengan statusnya sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan Quay Container Crane (QCC) tahun 2010.
"Beliau memilih diberhentikan, karena aturan menteri mengatakan diberhentikan atau berhenti karena berhalangan tetap, pokoknya tidak ada istilah mengundurkan diri," kata ketua Komite Pengawas (Oversight Committee) PT Pelindo II Erry Riyana Hardjapamekas usai peresmian gedung KPK, Jakarta, Selasa (29/12).
Pada 15 Desember lalu, KPK menetapkan RJ Lino sebagai tersangka karena diduga memerintahkan pengadaan 3 quay container crance dengan menunjuk langsung perusahaan HDHM (PT Wuxi Hua Dong Heavy Machinery. Co.Ltd.) dari China sebagai penyedia barang.
RJ Lino sendiri pada 23 Desember lalu sudah diberhentikan sebagai Dirut PT Pelindo II oleh Menteri BUMN Rini Soemarmo. Selain Lino, Rini juga memberhentikan Direktur Pelindo II Ferialdy Noerlan agar keduanya berkonsentrasi pada kasus hukumnya masing-masing.
Namun menurut mantan komisioner KPK itu, "Oversight Committee" menganjurkan Lino untuk mengundurkan diri. "Kami berkomunikasi dengan Pak Lino, kami anjurkan dia untuk mengundurkan diri," ungkap Erry.
Tapi untuk proyek pengadaan QCC tersebut, menurut Erry, Komisi Pengawasan tidak mengurusinya. Komite Pengawas (Oversight Committee) dibentuk pada Maret 2013 dengan tugas untuk memantau pembangunan megaproyek Terminal Kalibaru, Pelabuhan Tanjung Priok yang terdiri atas mantan Wakil Ketua KPK Erry Riyana Hardjapamekas, pengamat ekonomi Faisal Basri, analis finansial senior Lin Che Wei, Sekjen Transparansi Internasional Indonesia (TII) Natalia Soebagjo, serta pengacara senior di bidang finansial, perbankan, dan pasar modal Ahmad Fikri Assegaf.