REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana hukuman kebiri terhadap pelaku kejahatan seksual anak ternyata berdampak signifikan pada penurunan jumlah kasus kekerasan anak. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat ada penurunan signifikan terhadap pengaduan kekerasan anak sejak wacana hukuman kebiri menjadi perhatian masyarakat.
"Penurunan ini terjadi bersamaan dengan wacana hukuman kebiri sebagai pemberatan bagi pelaku kejahatan seksual anak," kata Ketua KPAI Asrorun Ni’am Sholeh di kantor KPAI, Jakarta, Rabu (30/12).
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) kebiri mencuat ketika Presiden Jokowi melakukan rapat terbatas dengan KPAI dan menteri di bawah koordinasi bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) serta bidang hukum di Istana Negara pada Oktober 2015.
Sejak saat itu, terjadi penurunan signifikan atas pengaduan kasus kekerasan anak. Pada Oktober, pengaduan yang masuk 17 kasus, November 12 kasus, dan Desember sembilan kasus. Padahal, di bulan yang sama pada 2014 jumlahnya dua kali lipat. Laporan kejahatan seksual terhadap anak juga sempat tinggi pada semester pertama 2015.
Fakta ini menunjukkan bahwa di masyarakat terjadi cara pandang bahwa hukuman kebiri sangat menakutkan sehingga mereka jera. "Belum disahkan saja sudah turun, apalagi kalau Perppu ini benar-benar diimplementasikan dalam perlindungan anak," katanya.
Selain kekerasan seksual, penurunan juga terjadi pada kasus kekerasan fisik. Penurunan jumlah pengaduan ini meliputi kasus kekerasan fisik, anak berhadapan hukum dan kasus bullying di sekolah. (Politik: Para Menteri Ini Dinilai Layak Diganti).
Pada semester pertama 2015, kasus kekerasan seksual anak mencapai 105 kasus. Penurunan terjadi pada semester kedua menjadi 88 kasus. Sementara penurunan pada kekerasan fisik dan anak berhadapan hukum (ABH) mencapai 100 kasus pada semester pertama 2015, dan turun menjadi 82 kasus pada semester kedua di tahun yang sama.