REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Program tahfiz di madrasah dinilai penting untuk mencetak kader ulama yang mempunyai kapasitas pemahaman Alquran secara kaffah.
"Program ini merupakan jawaban atas kekhawatiran beberapa pihak akan adanya krisis ulama di masa depan karena derasnya arus modernisasi dan globalisasi," ujar Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin saat memberikan sambutan dalam wisuda tahfiz madrasah di GOR Amongrogo, Yogyakarta, beberapa waktu lalu.
Ia menilai, menjadi hafiz (penghafal Alquran) merupakan prestasi dan kemampuan luar biasa. "Karena tidak semua orang bisa melakukannya," kata Menag.
Wisuda tahfiz madrasah diikuti 200 siswa yang berasal dari jenjang pendidikan raudhatul athfal (RA), madrasah ibtidaiyah (MI), madrasah tsanawiyah (MTs), dan madrasah aliyah (MA) di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Sebanyak sembilan siswa RA tercatat hafal juz 30, 29 siswa MI hafal lima sampai 30 juz, 31 siswa MTs hafal 20-30 juz, dan 131 siswa MA hafal 30 juz Alquran.
Menurut Menag, untuk mencetak kader kiai dan ulama dibutuhkan generasi yang paham dan hafal Alquran. "Maraknya kemerosotan moral yang terjadi dewasa ini, karena masyarakat Muslim mulai enggan mengkaji dan mengaji Alquran,'' kata menag.
Menurut menag, Alquran cenderung tidak dibuat pedoman hidup dan hanya menjadi penghias rumah. ''Karena itu, surau, mushala, dan masjid harus dihidupkan kembali dengan kegiatan tadarus Alquran,'' jelas menag.