Kamis 31 Dec 2015 06:48 WIB

RUU Penghinaan Sidang Pengadilan Jaga Martabat Peradilan

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Karta Raharja Ucu
Ketua Mahkamah Agung, Hatta Ali (tengah) melantik Enam Hakim Mahkamah Agung baru di Gedung Kesekretariatan Mahkamah Agung, Jakarta, Rabu (5/8).  (Republika/Raisan Al Farisi)
Ketua Mahkamah Agung, Hatta Ali (tengah) melantik Enam Hakim Mahkamah Agung baru di Gedung Kesekretariatan Mahkamah Agung, Jakarta, Rabu (5/8). (Republika/Raisan Al Farisi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Mahkamah Agung (MA), Hatta Ali, memaparkan pentingnya rancangan undang-undang contempt of court (penghinaan atas sidang pengadilan). Menurut dia, undang-undang tersebut dirancang guna menjaga martabat peradilan di Indonesia.

Undang-undang tersebut juga menurutnya membuat publik lebih menghargai dunia peradilan. Sehingga, masyarakat akan sepenuhnya percaya pada peradilan dan akan terhindar dari opini-opini yang menyesatkan.

"Undang-undang contempt of court akan mendidik masyarakat untuk menghargai dunia peradilan. Supaya masyarakat percaya pada peradilan, jangan terbawa opini yang menyesatkan," kata Hatta di Gedung MA, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu (30/12).

Hatta menjelaskan, sejauh ini peradilan di Indonesia masih mengkhawatirkan. Bagaimana tidak, sering terjadi peneroran terhadap hakim yang menjalankan sidang. Akibatnya, hakim yang semula ingin menghukum berat, malah sebaliknya karena takut dengan teror tersebut.

"Sering terjadi membayar masa melakukan keributan di ruang sidang, ini sudah menjadi teror di pengadilan, hakim ketahutan akhirnya yang harus divonis berat jadi divonis ringan," ucap Hatta.

Menurut Hatta, jika tidak ada regulasi contempt of court, yang rugi bukan hakim melainkan masyarakat. Sebab, bisa saja hakim memutus perkara dengan tidak sesuai akibat ketakuatan akan adanya teror.

"Kalau hakim tidak dilindungi yang rugi siapa? Yang rugi masyarakat sendiri," ujar Hatta.

Sebelumnya, Hatta Ali mendesak Dewan Perwakilan Rakyat segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penghinaan Lembaga Pengadilan (Contempt of Court) seusai mereka reses. Menurut dia, RUU itu nantinya akan menjadi pedoman bagi independensi hakim dalam memutus suatu perkara.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement