REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA), Harist Abu Ulya menilai kasus salah tangkap yang dilakukan oleh Densus 88 Antiteror terhadap dua warga sipil di Solo, membuktikan jika pasukan khusus itu belum bekerja secara profesional.
"Untung ini masih hidup. Kalau mati terus apa jadinya? Ini efek kerja berdasarkan suudzonisme dalam isu terorisme," tegasnya kepada Republika.co.id, Kamis (31/12).
Seperti diketahui, dua warga Solo yakni Ayom Panggalih dan Nur Syawaludin, menjadi korban salah tangkap oleh personel Densus 88 AT pada Selasa (29/12) lalu. Pemerhati Kontra Terorisme itu pun kemudian membandingkan dengan penyikapan terhadap kasus teroris Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Pada kasus OPM, dia menilai polisi lembek dan berdalih kerja tidak boleh berdasarkan asumsi dan dugaan, tapi harus kembali kepada fakta lapangan. Hal ini merupakan ambivalency penegakkan hukum dan sikap hipokrit diskriminatif.
Untuk dua orang yang salah tangkap tentu melahirkan kerugian moril yang tidak bisa diukur dengan uang pada diri korban. Begitu pula dengan kerugian materiil yang juga mereka alami. Secara undang-undang, Harits meyakini, korban salah tangkap berhak menggugat, mendapat hak rehabilitasi nama baik dan ganti rugi materiil.
Tapi, Harits menambahkan, dalam isu terorisme yang tampak sampai saat ini adalah kedzaliman murokab. Sudah menjadi korban salah tangkap, kemudian dilepas begitu saja.
Permintaan maaf saja tidak, apalagi terpenuhinya hak lebih dari itu. Tampak sekali dalam isu terorisme penindakan hukum menunjukkan kulminasi penguapan keadilan di Indonesia.
"Dan kondisi seperti ini menurut saya akan terus bergulir sepanjang rezim ini setia berputar pada orbit kepentingan asing," ujarnya.
Sebelumnya pada 29 Desember kemarin, tim Densus 88 Antiteror menangkap 4 orang di Solo, namun ternyata 2 diantaranya salah tangkap. Korban salah tangkap bernama Nur Syawaludin dan Ayom Panggalih.
Keduanya ditangkap di jalan Jalan Honggowongso, Solo, saat hendak menuju masjid untuk melaksanakan shalat Dzuhur. Keduanya mengaku sempat ditodong senjata dan mendapat perlakukan kekerasan saat ditangkap. Keduanya dilepas setelah sempat ditahan di Polsek Laweyan, Solo.