REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN – Keberadaaan pengemis, gelandangan dan orang tak dikenal (PGOT) masih jadi masalah pada momen tahun baru ini. Menurut Kepala Bidang Ketentraman dan Ketertiban Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Sleman, Eko Suhargono pengamanan PGOT pada musim libur ini difokuskan di lokasi objek wisata.
Mengingat momen libur panjang biasanya dimanfaatkan pengemis untuk menggencarkan kegiatannya dengan mendekati objek wisata. Ia juga mengakui adanya kecenderungan jumlah pengemis yang meningkat saat libur panjang.
Lokasi kegiatan pengemis pada tahun baru ini juga berubah. Dari awalnya mangkal di perempatan jalan, jadi memasuki kawasan wisata. "Mereka pindah mendekati lokasi wisata seperti di wisata candi dan Kaliurang. Ada yang di luar dekat area wisata, ada juga yang di dalam area wisata," kata Eko, Jumat (1/1).
Ia pun menuturkan, pengemis bisA berkamuflase dengan menyamar sebagai wisatawan saat akan masuk ke tempat wisata. Setelah berhasil masuk, pengemis berganti pakaian. Guna mengantisipasinya Satpol PP menerjunkan petugas di pos pemantauan di lokasi wisata.
"Kami kerahkan personel untuk memantau di sana. Masyarakat bisa melapor jika ada gangguan," ucapnya. Adapun beberapa titik rawan pengemis di Sleman meliputi, simpang Jalan Kaliurang, simpang Monjali, kawasan Candi Prambanan, Demak Ijo Godean dan di simpang jalan Jembatan Layang Janti.
Eko mengemukakan, selama tahun 2015 Satpol PP sudah mengamankan lebih dari 100 orang pengemis, gelandangan, dan orang terlantar. Terakhir, lima orang terlantar dan gangguan jiwa diamankan dari Minggir, Jalan Kaliurang, dan simpang Monjali.
Beberapa pengemis, gelandangan, dan orang terlantar itu merupakan orang-orang lama yang pernah terjaring. Mereka berasal dari Sleman, Bantul, Kedu, Purworejo dan Jawa Timur. Eko menyampaikan, meskipun sudah ada Perda DIY Nomor 1 tahun 2014 tentang penanganan gelandangan, pengemis dan anak jalanan, penindakan terhadap pelanggar tidak langsung diikenai sanksi hukum.
termasuk bagi orang yang masih memberi uang kepada pengemis. Sebab biasanya mereka merupakan wisatawan dari luar DIY yang kebanyakan tidak mengetahui peraturan tersebut. "Walaupun sudah ada sosialisasi terkait perda itu, tidak bisa langsung yustisi. Apalagi ada Undang Undang administrasi pemerintahan. Jadi kami mengingatkan dulu," ujarnya.