REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tahun baru menumbuhkan harapan baru, apalagi bagi perjalanan bangsa Indonesia yang harus mempertahankan persatuan dan kesatuan untuk memastikan konsolidasi yang kuat dan tangguh secara permanen.
Koalisi terbukti tak pernah ada yang abadi, selalu tak permanen tatkala perbedaan kepentingan menyembul. Itu sudah dilakukan oleh Partai Amanat Nasional (PAN) pada 2015 yang "berpindah ke lain hati" dari Koalisi Merah Putih menjadi bergabung dengan pemerintah yang diusung oleh sejumlah partai dalam Koalisi Indonesia Hebat.
Namun untuk konsolidasi, permanen merupakan keniscayaan. Konsolidasi tak bisa dibangun setengah hati atau hanya bersifat sementara. Konsolidasi permanen amat dibutuhkan oleh bangsa Indonesia, terlebih bagi pemerintah yang memasuki dua tahun kekuasaannya pada 2016.
Tahun 2016 bakal ditandai dengan perubahan, persaingan, dan tantangan yang lebih besar dari tahun-tahun sebelumnya. Kondisi seperti itu tak hanya dihadapi oleh sesama warga bangsa tetapi juga antarbangsa. Sebut saja pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang mulai berlaku akhir 2015 menjadi ujian dan cobaan bagi bangsa Indonesia apakah mampu bersaing dalam pasar bebas ASEAN yang menuntut peningkatan produktivitas dan kinerja kompetitif dalam berbagai sektor.
Laporan peringkat daya saing 2015-2016 sebagaimana dikeluarkan Forum Ekonomi Dunia (FED) pada September 2015 menempatkan Indonesia pada peringkat 37 di antara 140 negara, atau turun tiga peringkat dibanding tahun lalu. Swiss, Singapura, dan AS masih menjadi penghuni tiga besar negara paling berdaya saing di dunia pada 2015.
Konsolidasi permanen dalam politik dan ekonomi menjadi syarat utama untuk tetap bertahan sebagai bangsa besar agar sejajar dengan bangsa-bangsa besar lain di dunia.
Presiden Jokowi selaku Kepala Negara dan Kepala Pemerintah RI meyakini pondasi Indonesia kuat untuk menghadapi tantangan pada 2016, baik dari sisi politik anggaran, percepatan pembangunan infrastruktur, hingga pembangunan yang berbasis Indonesia sentris. "Dan kita juga telah mengubah haluan membangun sebuah Indonesia sentris bukan Jawa sentris, membangun daerah terluar, membangun dimulai dari daerah terdepan dan tertinggal," tuturnya.
Dengan pondasi yang kuat itu, Presiden ingin pada 2016, Indonesia bisa melangkah dan lari lebih cepat lagi serta bekerja lebih keras lagi karena tantangannya tidak kalah berat dengan 2015. "Kita juga menghadapi era persaingan, era kompetisi di tingkat regional. Kita tahu semuanya, kita telah memasuki ASEAN Economic Community," katanya.