REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Awal tahun 2016, diharapkan animo pelaku pasar masih dapat bertahan sehingga membuat laju rupiah dapat bertahan di teritori positifnya. Jelang akhir tahun 2015, laju rupiah harus terganjal penguatan nilai dolar AS.
"Potensi laju penguatan jelang akhir tahun harus terganjal dengan mulai kembali naiknya laju dolar AS, karena imbas pelemahan harga minyak mentah yang juga berimbas pada penurunan sejumlah harga komoditas," jelas Analis NH Korindo Securities, Reza Priyambada, Ahad (3/1).
Pada akhir perdagangan 2015 lalu, meski harga minyak mentah mulai kembali naik namun, laju dolar AS belum menunjukan penurunan. Ini membuar laju rupiah belum dapat beranjak dari teritori negatif.
Akibatnya laju rupiah harus puas mengakhiri tahun 2015 di zona merah, berbeda dengan laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang menguat di hari terakhir perdagangan di tahun 2015. "Melemahnya EUR, NZD, JPY, dan INR (euro, dolar Selandia Baru, yen, dan rupee-red) turut berimbas negatif pada laju Rupiah," papar Reza.
Sementara, kata dia, pasar berharap momen awal tahun ini bisa menjadi momentum pembalikan arah menguat bagi rupiah. Meski begitu Reza tetap mengimbau agar pelaku pesar terus cermati berbagai sentimen yang dapat mempengaruhi laju rupiah.
Meski laju rupiah masih dapat bertahan dari sentimen negatif, pasar masih harus mewaspadai adanya potensi pembalikan yang dapat terjadi. Itu seiring rentannya posisi rupiah. "Laju rupiah di bawah target support Rp 13.666 per dolar AS dengan kurs tengah BI Rp 13.812-13.770 per dolar AS," lanjut dia.