REPUBLIKA.CO.ID, ALEPPO -- Abu Bakar mulai bertugas di unit perawatan intensif rumah sakit Al Quds, Suriah, setiap pukul delapan pagi. Kadang-kadang ia bekerja hingga larut malam. Meski mengkhususkan diri di bidang penyakit dalam, ia harus menangani semua hal karena perang Suriah.
"Kita tidak bekerja sebagai dokter dalam keadaan normal. Ini kota paling berbahaya di dunia," kata Abu Bakar, dilansir dari Al Jazeera, Ahad (3/1). Seiring perang Suriah yang terus bergejolak, banyak rumah sakit di Aleppo rusak. Dokter kekurangan staf dan peralatan.
Aleppo, sebuah kota terbesar di Suriah, kini terpecah menjadi dua. Sebagian di tangan pasukan pro-rezim Bashar al Assad, sebagian lagi dikuasai pemberontak. Di bawah pertempuran dan serangan udara yang luar biasa, kota ini masih berhasil mempertahankan pelayanan kesehatan. Tapi, sumber daya dan tenaga kerja amat kurang.
Saat ini, ada 10 rumah sakit yang beroperasi di Aleppo, banyak di antaranya yang telah rusak akibat perang. Rumah sakit lain, Dar al Shifa, telah dibom hampir 12 kali dan terpaksa berhenti beroperasi. Sementara, rumah sakit Shawki Hilal sempat ditutup akibat rusak parah terkena bom, tetapi mulai dibuka kembali.